Suara.com - Arya Permana (10) asal Kabupaten Karawang, Jawa Barat, akhir-akhir ini menjadi tenar berkat bobot tubuhnya. Anak dari pasangan Ade Somantri (42) dan Rokayah (37) itu harus berhenti sekolah karena berat badannya yang over mencapai 190 kilogram.
Akibat berat badannya yang berlebihan, Arya hanya mampu berjalan sejauh sekitar 30 meter dan sulit untuk berdiri, berjalan, dan berpakaian sendiri. Dalam kesehariannya, Arya hanya bisa tidur dengan posisi telungkup.
Arya dibawa ke Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung untuk mendapatkan perawatan medis, dengan mendapat fasilitas dari Pemerintah Kabupaten Karawang. Sebelumnya Arya sempat dibawa ke tempat yang sama pada 11 Juni 2015, dan pernah berobat ke Poli Gizi RSHS Bandung.
Arya kembali lagi ke RSHS Bandung pada 2 Juli 2016. Kedatangan Arya ke RSHS Bandung selama beberapa kali itu ialah untuk berobat atas keluhan utama berat badan yang terus meningkat. Untuk kedatangannya ke RSHS Bandung pada Senin (11/7/2016), Arya bersama keluarga didampingi Bupati Karawang Cellica Nurrachadiana.
Pihak RSHS Bandung telah menyiapkan Tim Penanganan Pasien Arya tersebut, Tim diketuai oleh dr.Djulistyo TB.Djais, SpA (K). Tim itu berjumlah 13 orang yang terdiri atas beberapa divisi. Di antaranya Gizi anak, Endokrin anak, tumbuh kembang anak, Patologi Klinik, Radiologi, Bedah anak, Ortopedi, Psikiatri anak, Gizi, dan Rehabilitasi Medik.
Jika pasien biasa dirawat diatas ranjang yang berada di sebuah ruangan, berbeda dengan perlakuan Arya karena hanya disediakan kasur secara lesehan atau tanpa ranjang. Pasalnya, Arya kesulitan naik ke atas ranjang, dan juga dikhawatirkan ranjang itu bisa "jeblos" karena Arya memiliki berat badan yang tidak biasa.
Direktur Utama Rumah Sakit Umum Pemerintah Hasan Sadikin Bandung dr Ayi Djembarsari MARS menyatakan, pihaknya akan berupaya memberikan layanan medis yang terbaik untuk Arya Permana, bocah obesitas (kegemukan) itu.
"Kami akan berupaya mengembalikan bobot ideal anak AP, tentunya ini tidak akan mudah dan membutuhkan proses yang lama karena kami harus menghilangkan ibaratnya sekitar 3/4 bobot yang ada pada tubuh pasien anak AP ini," kata dia.
Ketua Tim Dokter Rumah Sakit Umum Pemerintah Hasan Sadikin Bandung (RSHS) yang menangani Arya Permana, yakni dr Julistyo TB, mengatakan, berat badan Arya sebenarnya cukup berbahaya untuk anak seusianya jika tidak ditangani dengan baik melalui bantuan medis.
"Kasus kegemukan ini pada dasarnya adanya ketidakseimbangan energi terhadap pemakaiannya," ujarnya.
Idealnya, untuk anak seusia Arya, dengan tinggi badan sekitar 1,47 meter, maka berat badannya mencapai sekitar 50 kilogram. Tetapi sekarang, berat anak itu mencapai 190 kilogram. Meski demikian, kata dia, kondisi medis Arya saat dilakukan pemeriksaan pada 2 Juli 2016 dinyatakan sehat.
"Alhamdulillah masih dalam batas aman. Jadi dari pemeriksaan jantung, paru-paru tidak ada masalah, nampaknya gemuknya hanya menumpuk di bawah kulit. Kita akan cari penyebabnya apakah hormonal atau bagaimana," jelas dia.
Direktur Medik dan Keperawatan RSHS Bandung, dr Nucki Nursjamsi Hidayat, menyatakan, rencananya tim dokter penanganan pasien Arya Permana akan menyelidiki penyebab pasti yang membuat bocah tersebut menderita obesitas hingga 190 kilogram.
Selain itu, tim dokter juga akan mengatur program diet agar berat badannya bisa turun menyentuh berat ideal dari Arya Permana. Termasuk akan mengedukasi keluarganya, karena kalau program yang diberikan di rumah sakit tidak dilanjutkan di lingkungan keluarganya, maka penanganan selama di rumah sakit akan sia-sia.
Anak kedua hasil pernikahan Rokayah dan Ade Somantri itu sebenarnya lahir dengan berat badan normal, seberat 3.8 kilogram. Bahkan, Arya sempat diberi vitamin karena bobot badannya terlalu kecil.
Sesuai dengan pengakuan Rokayah, Arya mulai gemuk sejak usia dua tahun. Awalnya, peningkatan berat badan Arya dianggap sebagai tanda sehat, jadi kedua orang tua Arya itu tidak terlalu khawatir.
Menurutnya, pola makan Arya sebenarnya seperti anak-anak yang lain. Sehari makan dua kali, terkadang tiga kali.
Pada saat balita ia pernah kesulitan buang air besar. Kemudian dibawa ke dokter untuk diperiksa. Saat itu, dokter memberikan obat dan vitamin, karena Arya susah makan.
Berat badan Arya mengalami kenaikan drastis memasuki usia empat hingga lima tahun. Namun yang parah itu, umur 8 sampai sekarang kenaikan berat tubuhnya meningkat drastis.
"Dahulu kami senang melihat dia (Arya) semakin sehat. Tapi beberapa tahun kemudian, ternyata dia semakin besar dan beratnya sulit dikendalikan. Akhirnya kami sadar dan mulai khawatir atas pertumbuhan Arya," kata dia.
Sebelum menjalani perawatan medis di RSHS Bandung, Arya bisa makan hingga lima kali dalam sehari. Kini pihak keluarga berharap agar penanganan medis RSHS Bandung bisa berhasil dan mampu mengembalikan Arya seperti anak-anak normal pada umumnya. (Antara)