Suara.com - Penelitian yang dilakukan Stanford University School of Medicine membawa titik cerah bagi penderita stroke yang mengalami kelumpuhan. Sebanyak 18 pasien yang telah setuju otaknya disuntikkan sel punca (stem cell) kini dapat bergerak dan berjalan kembali.
"Proses penyembuhan luar biasa dari penderita stroke kronis ini cukup mengejutkan," kata Chairman of Neurosurgery Stanford University Gary Steinberg seperti dikutip dari The Telegraph, akhir pekan ini.
Pasalnya, para ahli medis sebelumnya beranggapan sel punca tidak dapat berintegrasi di dalam otak. Nyatanya, meski segera hilang tak lama setelah diinjeksi ke dalam organ terpenting manusia itu, sel punca bisa mendorong produksi senyawa kimia kuat yang berguna bagi regenerasi otak.
Otak pun kembali ke dalam masa pertumbuhannya.
"Studi ini mengubah hipotesis awal kami bahwa kondisi otak pasien stroke tidak dapat lagi dikembalikan enam bulan pascaserangan karena sirkuit otak telah mati," beber Steinberg.
"Kemajuan yang kami dapat ini juga bisa mengubah anggapan tentang apa yang terjadi pada otak setelah stroke, cedera otak, juga gangguan neurodegeneratif," lanjutnya lagi.
Pasien-pasien tersebut rata-rata berusia 61 tahun dan telah terserang stroke ischemic dalam jangka waktu enam bulan hingga tiga tahun. Terdapat gumpalan dalam otak mereka yang menyebabkan suplai darah menuju organ itu terhambat.
Mereka pun dibius lokal sebelum otak mereka diberi lubang kecil tempat penyuntikan sel punca SB623. Setelah pulang keesokan harinya, beberapa pasien mengeluhkan sakit kepala tapi hal itu tak berlangsung lama.
Hasil tes Fugl-Meyer mereka pun menunjukkan poin total 11,4. Tes ini berfunngsi sebagai indikator seberapa baik pasien dapat bergerak. Dua tahun setelah injeksi, tidak ada pasien yang masih lumpuh.
Kini para ilmuwan di Stanford memasuki fase 2 penelitian terhadap 153 pasien untuk mencari tahu apakah metode ini dapat direplikasi.
"Kami juga memulai trial transplantasi stem cell yang sama ke dalam otak pasien dengan cedera otak traumatis kronis dan defisit neurologis. Di masa depan pengobatan ini mungkin bisa bekerja untuk kondisi neurodegeneratif seperti Parkinson, penyakit Lou Gehrig, bahkan Alzheimer," tutup Steinberg yang telah 15 tahun meneliti sel punca.