Lelaki Jangkung Berusia Lebih Pendek?

Ririn Indriani Suara.Com
Kamis, 31 Maret 2016 | 15:16 WIB
Lelaki Jangkung Berusia Lebih Pendek?
Ilustrasi. (Shutterstock)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Beberapa mantan pemain basket NBA meninggal karena sakit jantung hanya dalam waktu tiga minggu, di usia relatif belum terlalu tua (di bawah 64 tahun). Pemain-pemain itu adalah Moses Malone, Sixer Darryl Dawkins dan Sixer Caldwell Jones.

Kematian mereka menimbulkan tanya di benak publik penggemar basket, apakah orang jangkung memang berumur lebih pendek?

Sebuah studi 1992 yang meneliti catatan kematian hampir 1.700 orang menemukan bahwa, rata-rata lelaki yang lebih pendek dari 175 cm tutup usia pada usia 71 tahun. Sementara, lelaki yang lebih tinggi dari 190 cm, rata-rata meninggal lebih cepat, yaitu pada usia 64 tahun.

"Hampir pada setiap spesies, individu yang lebih kecil hidup lebih lama," kata Thomas Samaras, yang menjalankan Reventropy Associates di San Diego, sebuah organisasi nirlaba yang meneliti konsekuensi dari pertambahan populasi dunia.

Sementara itu, Medical Daily mengatakan, kaitan antara angka harapan hidup dengan tinggi badan, dilatarbelakangi oleh kasus gigantisme dan okromegali.

Seperti dilansir dari Meet Doctor, gigantisme, kata dr. Deffy Leksani Anggar Sari, adalah kondisi kelebihan pertumbuhan, dengan tinggi dan besar yang di atas normal. Gigantisme, lanjut dia, disebabkan oleh kelebihan jumlah hormon pertumbuhan.

Tinggi orang dewasa yang mengalami gigantisme dapat mencapai 2,25 - 2,40 meter. Akromegali juga merupakan kondisi kelebihan hormon pertumbuhan, hanya bedanya jika gigantisme muncul sejak kanak-kanak, akromegali muncul saat dewasa.

Hormon pertumbuhan diproduksi oleh kelenjar hipofisis.  Hipofisis merupakan kelenjar kecil yang terletak di dasar otak di belakang batang hidung dan menghasilkan sejumlah hormon.

Hormon pertumbuhan ini memainkan peran penting dalam mengelola pertumbuhan fisik seseorang. Pada kedua kondisi ini, kelebihan hormon pertumbuhan dapat memicu tumbuhnya tumor di kelenjar hipofisis.

Baik gigantisme maupun akromegali bisa disembuhkan. Empat tahun laku, penderita akromegali, Sultan Kosen yang merupakan pria tertinggi di dunia (280,84 Cm) disembuhkan oleh empat dokter dari University of Virginia Medical Center dengan terapi Gamma Knife radiosurgery.

Sayangnya, identifikasi akromegali seringkali terlambat. Banyak penderitanya keliru mengartikan gejala akromegali dengan pembengkakan.

Gejala umum gigantismr dan akromegali adalah pembesaran tangan, kaki di luar ukuran normal. Gejala lain seperti penebalan bibir dan kening menonjol keluar sering datang setelah kelainan dalam tahap lanjut.

Karena alasan inilah, banyak penderitanya terlambat mendapat pertolongan medis dan mengalami komplikasi artritis, tekanan darah tinggi, sakit jantung dan kanker.

Jika komplikasi penyakit-penyakit ini terjadi pada orang dengan akromegali, seringkali menyebabkan kematian prematur (10 tahun lebih awal). Studi menemukan, 60 persen orang dengan akromegali meninggal dunia, karena gangguan kardiovaskular termasuk sakit jantung, 25 persen karena gangguan pernapasan, 15 persen karena neoplasis atau tumor.


BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI