Suara.com - Kebakaran di Ruang Udara Bertekanan Tinggi RSAL dr Mintohardjo, yang diduga akibat hubungan arus pendek pada Senin (14/3/2016) menewaskan empat orang. Ketua Umum PGRI, Sulistyo turut menjadi korban meninggal dalam insiden itu. Saat itu ia sedang menjalani terapi hiperbarik.
Selain Sulistyo, korban lainnya adalah Irjen Pol (Purn) Abubakar Nataprawira, Edi Suwandi dan dr Dimas. Mantan ketua umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) dr Kartono Mohamad mengatakan terapi hiperbarik bisa untuk menyembuhkan beberapa jenis penyakit termasuk untuk kecantikan.
"Pada mulanya, terapi hiperbarik ditujukan untuk para penyelam yang menderita bends, yaitu penyakit yang disebabkan dekompresi atau perubahan tekanan yang tiba-tiba," kata Kartono dihubungi di Jakarta, Selasa (15/3/2016).
Mantan dokter TNI Angkatan Laut itu mengatakan penyelam yang menyelam di kedalaman air kemudian ke permukaan dalam waktu yang singkat dapat terkena dekompresi. Akibatnya, terdapat nitrogen pada sendi-sendi sehingga menjadi sakit saat digerakkan.
Terapi hiperbarik pada prinsipnya adalah memasukkan oksigen murni ke dalam tubuh dengan menggunakan tekanan untuk mengusir nitrogen yang ada pada sendi-sendi penderita.
"Peralatan untuk terapi hiperbarik adalah bagian dari keselamatan penyelaman yang dimiliki TNI AL. Di kapal-kapal selam juga biasanya ada peralatan untuk melakukan terapi hiperbarik," tuturnya.
Dalam perkembangannya, terapi hiperbarik juga dapat digunakan untuk penyembuhan beberapa macam penyakit, misalnya tetanus dan gangren. Penyakit-penyakit tersebut disebabkan oleh kuman dan bakteri anaerob yang akan mati oleh paparan oksigen pada terapi hiperbarik.
Hiperbarik juga dilakukan untuk terapi-terapi kecantikan dan kesegaran tubuh. Oksigen yang dimasukkan ke dalam tubuh diyakini bisa membuat badan menjadi segar dan awet muda.
"Pada kejadian anggota DPD Sulistyo, saya rasa dia menjalani terapi hiperbarik untuk kesehatan dan kesegaran tubuh," ujarnya. (Antara)