Suara.com - Gerhana Matahari Total (GMT) diperkirakan terjadi pada pagi Rabu (9/3/2016).
Fenomena langka ini terakhir terjadi di Indonesia pada 1988. Kejadian ini membuat masyarakat dunia terutama di Indonesia memiliki antusias yang besar untuk melihat langsung kejadian tersebut.
Pada saat terjadi gerhana matahari total, sinar matahari akan terhalang sehingga suasana akan menjadi mendung atau gelap. Namun, sayangnya ultra violet (UV) yang terdapat dalam sinar matahari tetap ada.
Menteri Kesehatan Nila F. Moeloek menjelaskan, paparan sinar dengan intensitas tinggi seperti saat terjadi gerhana matahari total dapat memicu kerusakan jaringan retina mata. Kondisi ini dapat menyebabkan gangguan penglihatan ringan yang hilang dalam beberapa hari atau bahkan hingga gangguan penglihatan secara permanen.
"Sinar ultra violet mengenai retina sehingga tidak bisa mengirim sinyal ke otak. Akibatnya bisa memicu kebutaan," ujarnya pada temu media di Jakarta, Jumat (4/3/2016).
Untuk mencegah terjadinya risiko ini, Menkes menganjurkan agar masyarakat tidak menatap langsung ke arah datangnya sinar matahari pada saat terjadi gerhana matahari total.
"Jangan melihat langsung atau gunakan kacamata yang benar-benar anti ultraviolet. Tapi harus waspada juga karena banyak kacamata berwarna hitam, tapi belum tentu memiliki anti ultraviolet", imbuhnya.
Momen puncak gerhana matahari total (GMT) yang berlangsung sekitar 3 menit ini dapat disaksikan khususnya bagi masyarakat di 11 provinsi di Indonesia yakni Bengkulu, Jambi, Sumatera Selatan, Bangka Belitung, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Sulawesi Barat, Sulawesi Tengah, dan Maluku Utara.
Masyarakat Diminta Tak Menatap Langsung Gerhana Matahari Total
Jum'at, 04 Maret 2016 | 15:40 WIB
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News
BERITA TERKAIT
Kasus Miopia pada Anak Indonesia Kian Meningkat, Dokter Mata Bagikan Tips Penanganan yang Tepat
25 November 2024 | 12:14 WIB WIBREKOMENDASI
TERKINI