Studi: Karbohidrat Lebih Bahaya dari Makanan Berlemak

Ririn Indriani Suara.Com
Senin, 15 Februari 2016 | 07:17 WIB
Studi: Karbohidrat Lebih Bahaya dari Makanan Berlemak
Ilustrasi. (Shutterstock)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Siapa yang tak kenal nasi. Makanan berkarbohidrat ini merupakan makanan pokok sebagian besar masyarakat Indonesia.

Saking akrabnya di mulut dan perut, banyak orang Indonesia merasa belum makan kalau belum makan nasi. Namun, Anda juga perlu mengetahui bahwa tingginya karbohidrat yang terkandung di dalamnya bisa mempengaruhi kesehatan.

Inilah yang menyebabkan para pakar kesehatan menyarankan untuk tidak berlebihan makan nasi. Bahkan dalam studi terkini ditemukan makanan karbohidrat seperti nasi ternyata bisa lebih berbahaya dari makanan berlemak seperti daging sapi, babi, susu dan produk olahan susu.

Para peneliti dari Ohio State University mengatakan bahwa karbohidrat seperti nasi jauh lebih bahaya dari lemak jenuh seperti gorengan. Mereka menemukan bahaya makanan berlemak jenuh hanya meningkatkan risiko gagal jantung, tapi kalau makanan karbohidrat, ada tiga kali risiko asam lemak yang dikaitkan dengan peningkatan risiko diabetes dan penyakit jantung.

"Kami menemukan ketika karbohidrat berkurang dan lemak jenuh meningkat, total lemak jenuh dalam darah tidak meningkat, bahkan turun di sebagian besar orang," kata penulis studi, Jeff Volek seperti dilansir Foxnews.

Namun asam lemak yang disebut asam palmitoleic yang berhubungan dengan karbohidrat, lanjut dia, justru menimbulkan berbagai penyakit. "Peningkatan asam lemak ini menunjukkan bahwa karbohidrat yang diubah menjadi lemak tidak dibakar oleh tubuh," jelas Volek.

Studi ini juga mencatat adanya perbaikan yang signifikan  dalam glukosa darah, insulin dan tekanan darah serta kehilangan berat badan rata-rata 22 pon (10 kilogram) bila diet karbohidrat.

"Ada kesalahpahaman yang meluas tentang lemak jenuh. Dalam studi ini, jelas kami tidak melihat hubungan antara diet lemak jenuh dan penyakit jantung. Pembatasan lemak jenuh itu tidak ilmiah dan tidak cerdas," tutur Volek.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI