Suara.com - Pakar gizi IPB, Prof Hardinsyah mengatakan pentingnya gizi seimbang dengan mengkonsumsi pangan hewani, buah dan sayur untuk mewujudkan bangsa sehat dan berprestasi.
"Kondisi saat ini konsumsi pangan hewani, buah dan sayur penduduk Indonesia masih sangat memprihatikan," katanya dalam seminar gizi yang diselenggarakan oleh Pergizi Pangan dan PT Sarihusada Generasi Mahardhika, di Kampus IPB Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Rabu.
Ia mengatakan, Panduan gizi seimbang yang diluncurkan Kementerian Kesehatan 2015, menganjurkan setiap remaja dan dewasa Indonesia mengkonsumsi dua sampai empat porsi (100-200 gram) pangan hewani.
Selain itu juga tiga sampai empat porsi (300-400 gram) sayur dan dua sampai tiga porsi (100-150 gram) buah setiap hari guna memenuhi kebutuhan protein, vitamin, mineral serta serat untuk hidup sehat.
"Kenyataannya saat ini konsumsi sayur dan buah baru sekitar seperempat jumlah yang dianjurkan dan konsumsi pangan hewani baru tiga perempat jumlah yang dianjurkan," katanya.
Dijelaskannya, berbagai studi telah membuktikan bahwa konsumsi pangan hewani yang cukup dapat mencegah defisiensi gizi mikro, mencegah anemia, dan meningkatkan kemampuan belajar. Sedangkan konsumsi buah dan sayur yang cukup dapat menurunkan risiko penyakit pembuluh darah, kanker dan depresi.
"Perlu berbagai kebijakan dan upaya untuk meningkatkan pemenuhan kebutuhan vitamin dan mineral melalui peningkatan ketersediaan dan konsumsi pangan hewani, sayur, buah, serta pangan fortifikasi gizi mikro," katanya.
Seminar ilmiah populer ini diselenggarakan dalam rangkaian peringatan Hari Gizi Nasional 2016, bertujuan untuk mendukung peningkatan kesadaran dan kepedulian masyarakat akan gizi seimbang. Seminar mengangkat tema "Mewujudkan gizi seimbang menuju bangsa sehat berprestasi".
Seminar dihadiri pembicara utama Direktur Gizi Masyarakat Kementerian Kesehatan, Doddy Izwardy yang menekankan persoalan gizi harus dikomunikasi secara terus-menerus oleh semua stakeholder, kementerian, dan lembaga pemerintahan terkait.
"Peran seluruh stakeholder dalam upaya perbaikan gizi melalui pendekatan keluarga semakin kuat dan berkesinambungan melalui kegiatan yang langsung mengena pada sasaran di keluarga," katanya.
Ia menambahkan, kegiatan-kegiatan yang dilakukan dengan pendekatan keluarga hendaknya bersifat meningkatkan pengetahuan dan perbaikan perilaku sehingga eksistensinya dapat dipertahankan.
"Gizi itu harus terus menerus dikomunikasikan," katanya.
Doddy menambahkan, pemerintah melalui Kementerian Kesehatan berupaya melakukan pencegahan dan penyuluhan agar persoalan gizi seimbang di masyarakat Indonesia dapat terwujud. Berbagai program telah disiapkan baik yang menyentuh langsung pemerintah daerah, keluarga, dan generasi muda melalui sekolah.
"Persoalan gizi tidak hanya menjadi tanggung jawab Kementerian Kesehatan, ada akses yang harus dicapai untuk memperoleh gizi ini bisa menyangkut infrastruktur, ketersediaan pangan, dan kemampuan ekonomi masyarakat. Artinya semua lembaga, kementerian, dan pemerintah daerah berperan," katanya.
Seminar ilmiah pergizian diikuti sekitar 500 peserta yang terdiri dari akademisi, ahli gizi, ahli pangan, pengelola dan pelaksana program gizi dan pangan, pengurus organisasi wanita, pengurus TP PKK, tokoh pemuda, tokah masyarakat dan khalayak umum.
Seminar serupa telah diselenggarakan di Surabaya pada 6 Februari lalu, selanjuta di Pekanbaru, Riau, pada 20 Februari mendatang, yang beekrja sama dengan perguruan tinggi setempat. [Antara]