Parkinson Tak Lagi Jadi Penyakit Orang Tua

Ardi Mandiri Suara.Com
Senin, 21 September 2015 | 07:19 WIB
Parkinson Tak Lagi Jadi Penyakit Orang Tua
Ilustrasi parkinson. (Shutterstock)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Berbicara mengenai parkinson tidak bisa lepas dari penyakit yang diderita petinju legendaris dunia Muhammad Ali.

Ali menderita parkinson ketika berumur 42 tahun. Penyebab utamanya karena otaknya mengalami cedera akibat pukulan berulang yang ditujukan ke kepala.

Sekarang, penyakit degeneratif yang menyerang otak tersebut diderita oleh penderita berusia lebih muda lagi yakni 30 tahunan.

"Pasien yang saya tangani ada yang berumur 30 tahun dan juga 32 tahun," ujar ahli penyakit syaraf dari Rumah Sakit Siloam Kebon Jeruk, dr Made Agus M. Inggas SpBS, di Jakarta, Senin.

Parkinson sendiri adalah penyakit gangguan susunan syaraf. Penyakit tersebut terjadi karena otak kekurangan zat dopamin. Dopamin penting untuk mengantarkan sinyal berupa impuls listrik di sepanjang jalur syaraf motorik yang bertujuan menggerakkan otot-otot pada tubuh.

Gejala parkinson akan muncul saat 60 hingga 80 persen sel otak penghasil dopamin berkurang fungsinya.

Terdapat empat gejala utama dari parkinson yakni gemetar (tremor) saat istirahat, kekakuan gerak sendi saat bergerak, ketidakseimbangan postur tubuh, dan gerak menjadi lambat.

"Akan tetapi ada juga yang tidak menyadari gejala tersebut dan tiba-tiba saja diberi Tuhan penyakit itu (parkinson)," jelas dokter Made Agus Inggas.

Pada beberapa pasien, ada yang mengalami tanda-tanda yang tak lazim seperti hilangnya indera penciuman, sulit tidur, susah buang air besar, kurangnya ekspresi wajah, nyeri pada leher, lambat saat menulis, perubahan suara, lengan tidak berayun bebas, berkeringat, dan perubahan suara dan suasana hati.

"Ada juga yang mengalami gejala yakni gerakannya sulit dikontrol".

Terdapat lima tahap perkembangan penyakit tersebut yakni gejala unilateral, gejala bilateral, kemudian jarang jatuh, cenderung jatuh, dan pada tahap akut hanya bisa berbaring atau duduk di kursi roda.

"Ada beberapa hal yang menjadi penyebab ini. Salah satunya adalah gaya hidup yang tidak sehat seperti merokok, konsumsi alkohol hingga makanan yang tidak sehat."katanya.

Penyebab lainnya adalah faktor genetik, lingkungan maupun penuaan karena semakin tua, jumlah dopamin akan semakin berkurang. Jika dopamin berkurang hingga 80 persen maka akan muncul gejal parkinson.

Hingga saat ini, penyakit parkinson belum bisa disembuhkan, tetapi gejalanya dapat diatasi dengan pemberian obat levodopa atau golongan obat parkinson lainnya, berolah raga, operasi, dan fisioterapi.

Selain itu, belum ada metode yang tepat untuk mencegah penyakit tersebut seperti layaknya bermain sudoku atau teka-teki silang untuk mencegah alzheimer.

Penyakit itu menyerang sekitar satu dari 250 orang berusia di atas 40 tahun. Belakangan prevalensinya meningkat menjadi satu dari 100 orang pada usia di atas 65 tahun.Laki-laki 1,5 kali lebih berisiko terkena parkinson dibanding wanita. Saat ini jumlah pasien parkinson akan meningkat menjadi 6,17 juta orang pada 2030.

Operasi stimulasi Parkinson sangat mempengaruhi kualitas hidup seseorang. Penyakit tersebut membuat penderita menjadi susah bergerak, seperti berjalan dan menulis, sehingga tidak bisa beraktivitas.

Penderita harus terus didampingi oleh keluarga ataupun perawat. Penyakit tersebut membuat penderita menjadi ketergantungan dengan orang lain. Bahkan tak jarang banyak pasien parkinson yang putus asa.

Sayangnya, pemahaman masyarakat mengenai parkinson masih rendah yang mengakibatkan lambannya penanganan pasien parkinson.

"Masyarakat harus jeli melihat tanda-tanda parkinson. Begitu ada tanda-tandanya segera bawa ke rumah sakit dan beri perhatian lebih pada pasien," imbuh dia.

Dokter Spesialis Bedah Syaraf dari RS Siloam Hospitals Kebon Jeruk,Jakarta Frandy Susatia, mengatakan metode terbaru untuk mengurangi gejala parkinson adalah operasi stimulasi otak dalam (DBS).

Metode tersebut digunakan jika konsumsi obat selama minimal lima tahun tidak menunjukkan hasil positif dan menimbulkan efek samping yang berat pada pasien parkinson.

Pasien parkinson harus terus-menerus minum obat, namun konsumsi obat dalam jangka waktu panjang dapat memberikan efek samping, seperti gerak berlebih pada bagian tubuhnya, rasa terbakar di tenggorokan, pusing, diare, gangguan ginjal dan liver.

"Oleh karenanya diperlukan operasi. Operasi ini bertujuan untuk meransang produksi sel dopamin," kata Frandy.

Rangsangan tersebut membuat sel dopamin memproduksi dan bekerja optimal kembali sehingga gejala penyakit parkinson dapat diatasi dan dosis obat berkurang.

"Operasi tersebut terbukti ampuh untuk mengatasi tremor, kaku, dan gerak yang lambat".

Tanpa operasi, pasien harus mengonsumsi obat terus menerus dengan dosis yang terus meningkat Teknik operasi tersebut dilakukan melalui penanaman elektroda atau chip pada area tertentu di otak bagian dalam. Elektroda atau chip dihubungkan dengan kabel ke baterai yang diletakkan di dalam dada sebagai sumber arus listrik.

Tingkat keberhasilan operasi tersebut mencapai 100 persen dan mampu mengembalikan 70 hingga 100 persen produktivitas pasien.

"Tapi harus diingat, obat-obatan ataupun operasi yang dilakukan hanya untuk mengembalikan kualitas hidup pasien menjadi normal kembali dan bukan berarti menyembuhkan," tukas Frandy. (Antara)

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI