Suara.com - Hasil penelitian Sucofindo terhadap beras palsu di Bekasi yang menemukan bahwa beras tersebut memang mengandung bahan pembuat plastik yaitu Benzyl Butyl Phthalate (BBT), Bis 2-ethylhexyl Phthalate (DEHP) dan Diisononyl Phthalate (DNIP), tentu sangat memprihatinkan, meski masyarakat masih menunggu hasil penelitian resmi dari lembaga pemerintah.
Beras palsu yang berasal dari plastik ini, menurut DR. dr. Ari Fahrial Syam, SpPD-KGEH., MMB dari FKUI/RSCM, sebenarnya sudah beredar di beberapa negara Asia. Beberapa informasi menyebutkan bahwa beras plastik tersebut berasal dari Cina.
Informasi dari Strait times online pada 19 Mei 2015, mensinyalir bahwa beras plastik sudah beredar di negara dengan bahan makanan pokok nasi dan berpenduduk besar seperti India, Indonesia dan Vietnam.
Sementara Singapura melalui The Agri-Food & Veterinary Authority (AVA) menyatakan bahwa Singapura bebas dari beras plastik tersebut.
Gangguan Pencernaan Hingga Risiko Kanker
Lantas, apa bahaya beras plastik bagi kesehatan? Ari menjelaskan bahwa beras plastik sudah pasti sangat berbahaya untuk tubuh. Ini dikarenakan komponen dari plastik bukan sesuatu yang bisa dikonsumsi.
"Sistim pencernaan kita tidak akan mencerna makanan yang mengandung plastik ini dengan sempurna. Secara akut bisa saja terjadi gangguan langsung pada sistim pencernaan," terangnya dalam keterangan tertulis yang diterima suara.com, di Jakarta, Jumat (22/5/2015).
Ari menjelaskan bahwa makanan yang mengandung plastik akan butuh lama berada dalam lambung. Hal ini tentu saja akan menimbulkan rasa begah, penuh dan cepat kenyang. Akibatnya, orang yang mengalami hal ini, lanjut dia, bisa mengalami gangguan seperti mual bahkan muntah.
Selain itu, kata Ari, komponen dari plastik juga bisa mengiritasi sistim pencernaan. Sementara, proses pembuangan dari makanan yang mengandung plastik, lanjut dia, bisa menyebabkan diare atau malah susah buang air besar.
Sedangkan phthalat, zat kimia pelunak plastik yang terdapat dalam beras palsu bisa diserap oleh usus lalu masuk ke dalam darah hingga hati. "Memang sebagian besar zat ini akan dikeluarkan melalui kencing sehingga kita sebenarnya bisa mendeteksi kadar pthalat pada urin kita," jelasnya.
Namun zat ini, kata Ari, akan merusak liver (hati) sehingga sistim pencernaan akan terganggu lebih lanjut. "Pada penelitian binatang, paparan phthalat pada liver akan menyebabkan berkembangnya kanker liver dikemudian hari," ungkapnya.
Gangguan Sistem Reproduksi
Tak hanya sampai di situ, Ari menjelaskan, phthalat juga dapat masuk ke sistim reproduksi sehingga menyebabkan terjadinya kemandulan, terutama pada lelaki.
Penelitian pada tikus yang dilakukan oleh peneliti Jepang beberapa tahun yang lalu dengan menggunakan Benzyl Butyl Phthalate mendapatkan pada dosis tertentu, zat ini akan merusak sistim reproduksi lelaki, karena phthalat akan dikenali salah oleh tubuh sebagai ‘hormon’ sehingga merusak sistim reproduksi lelaki.
Lantas, apa pengaruhnya bagi reproduksi perempuan? Ari menjelaskan pada perempuan, zat ini juga akan mengganggu sistem reproduksi sehingga bisa menimbulkan masalah pada
menstruasi perempuan usia produktif.
"Bahkan pada satu penelitian pada manusia dimana ditemukan kadar yang tinggi zat ini pada urin ibu yang baru melahirkan, ternyata pada bayinya ditemukan skrotum dan penis yang kecil," jelasnya.
Hal ini membuktikan bahwa phthalat bisa menembus plasenta sehingga akan berbahaya pada janin jika dikonsumsi berlebihan oleh ibu hamil. Selain berbahaya untuk janin, zat ini juga dapat ditemukan pada air susu ibu (ASI) sehingga berbahaya pula bagi ibu menyusui.
Melihat dampak akut dan kronis yang terjadi akibat penggunaan zat-zat berbahaya pada makanan pokok dalam hal ini beras, Ari berpendapat, kasus beras plastik memang harus dilakukan penyelidikan yang intensif dan ditindak secara tegas, mengingat nasi merupakan makanan pokok masyarakat Indonesia.
"Pasti akan dikonsumsi rata-rata 3 kali dalam sehari oleh masyarakat, sehingga kita bisa melihat berapa banyak zat berbahaya ini masuk ke dalam tubuh kalau ternyata nasi yang kita konsumsi 3 kali sehari ini berasal dari beras plastik," jelasnya.
Ari mengimbau masyarakat harus jeli dalam memilih beras yang akan dikonsumsi, para pedagang juga harus melihat apakah beras yang dijual tersebut bukan beras palsu yang mengandung komponen plastik tersebut.
Banyak mengonsumsi sayur dan buah-buahan yang banyak mengandung vitamin, mineral dan anti oksidan, serta minum air sesuai dengan yang dianjurkan, kata Ari, merupakan hal-hal yang harus dilakukan untuk mengurangi efek samping dari paparan zat yang berbahaya ini.