Siapkah Dunia Kesehatan RI Menghadapi MEA 2015?

Senin, 20 April 2015 | 20:31 WIB
Siapkah Dunia Kesehatan RI Menghadapi MEA 2015?
Pengurus IDI saat menggelar jumpa pers menghadapi MEA 2016 (suara.com/Dinda Rachmawati)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Pada awal tahun 2016, mau tak mau Indonesia akan menghadapi pemberlakuan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) atau Pasar Bebas ASEAN. Pasar bebas ini akan diberlakukan untuk berbagai bidang, tak terkecuali pada bidang kesehatan.

Salah satu kesepakatan yang ditandatangi dalam ASEAN Framework Agreement on Services (AFAS) adalah penyertaan modal asing mencapai 70 persen, kecuali di Makassar dan Manado, yaitu 51 persen. Selain itu, terdapat juga aturan pendirian terbatas di ibukota provinsi di wilayah Indonesia Timur. Hal ini berlaku di semua sektor, bukan hanya kesehatan.

Menanggapi hal ini Ketua Bidang Penataan Globalisasi Praktik Kedokteran Ario Djatmiko mengungkapkan kekhawatirannya akan terjadi liberalisasi jasa kesehatan di dalam negeri. Dengan adanya ketentuan MEA tersebut, dikhawatirkan para tenaga kerja asing, khususnya dokter asing, dapat dengan bebas menyediakan jasa keahlian mereka di Indonesia.

"Kepentingan Indonesia tidak sama dengan kepentingan ASEAN. Kita tidak boleh dikendalikan oleh bangsa asing. Baik itu bidang kesehatan, maupun bidang lain, seperti pendidikan, hankam dan lainnya," katanya dalam dialog bertajuk "Kedaulatan Kesehatan Menjelang Serbuan Dokter Asing" di Kantor Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI), Jakarta Pusat, Senin (20/4/2015).

Maka, Ario mewakili IDI, menyatakan beberapa sikap untuk menanggapi hal ini, salah satu di antaranya adalah menolak pelayanan kesehatan bangsa Indonesia dijadikan komoditi bisnis.

Selain itu, lanjut Ario, pemerintah harus sepenuhnya memegang kendali memimpin perbaikan sistem kesehatan yang menyeluruh dan paripurna. Di sisi lain, IDI akan menyiapkan terobosan-terobosan kreatif untuk meningkatkan performa sektor kesehatan di semua lini.

"Pekerja medik dan pengelola kesehatan di Indonesia harus bangsa Indonesia, demi kedaulatan dan keamanan negara. Sama halnya dengan, kita tidak mungkin menggunakan jasa tentara asing untuk menjaga keamanan Indonesia ataupun hukum asing untuk Indonesia," tambah dia.

Sikap ini diambil, kata Ario bukan karena kekhawatiran tenaga kesehatan Indonesia tidak mampu bersaing dengan tenaga kesehatan asing. Melainkan, IDI tidak setuju sektor kesehatan dijadikan komoditas bisnis ASEAN. Ia khawatir masuknya tenaga kerja asing, tidak memajukan dan memakmurkan rakyat, melainkan hanya untuk berbisnis dan mencari keuntungan.

"Masuknya pihak asing tidak dapat menjamin meningkatkan derajat kesehatan di Indonesia. Tidak ada satu negara yang mau membantu negara lain untuk maju," pungkasnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI