Jual Obat Terlarang, 10 Apotek Surabaya Ditutup

Ardi Mandiri Suara.Com
Kamis, 26 Maret 2015 | 04:43 WIB
Jual Obat Terlarang, 10 Apotek Surabaya Ditutup
Ilustrasi obat terlarang.
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Sebanyak 10 dari 803 apotek di Kota Surabaya ditutup oleh Dinas Kesehatan, karena diketahui tidak memenuhi syarat sarana dan prasarana serta menjual obat-obat terlarang yang masuk daftar G (Gevaarlijk/berbahaya) dan narkotika.

Kepala Dinkes Kota Surabaya Febria Rachmanita di Surabaya, Rabu (25/2/2015), mengatakan sarana dan prasaran yang tidak dipenuhi apotek yang ditutup ini salah satunya tidak memiliki timbangan obat.

"Kemudian ada penanggung jawab apotek yang memiliki cabang di apotek yang lain. Dari 10 apotek yang ditutup itu, semuanya adalah milik perusahaan swasta," katanya.

Menurut dia, penutupan apotek selama 2014 itu jauh lebih sedikit dibanding dengan tahun 2013. Pada tahun 2013, jumlah apotek yang ditutup sebanyak 25 lebih.

Ia mengatakan penutupan apotek dalam rangka memberi rasa aman pada masyarakat terhadap peredaran obat terlarang. Selain itu juga melindungi masyarakat dari praktik-praktik apotek yang tidak dibenarkan dalam aturan.

Pihaknya sendiri, lanjut dia, tidak memberi batasan pertumbuhan jumlah apotek. Semakin banyak semakin baik karena akses warga akan obat-obatan akan semakin mudah.

"Pertumbuhan apotek di Surabaya setiap tahun tergolong cukup besar. Mungkin sekitar 100-an. Pada 2013, jumlah apotek yang masuk ke data kami itu sebanyak 750 apotek," ujarnya.

Dalam mendirikan usaha apotek, lanjut dia, perizinannya berbeda dengan tempat usaha lain semisal restoran atau tempat hiburan umum (RHU). Ketika hendak mendirikan apotek, pelaku usaha itu setidaknya harus melengkapi sebanyak 40 jenis perizinan dengan perincian 20 adalah perizinan sarana dan prasarana dan 20 sisanya adalah perizinan sarana kesehatan.

Sarana kesehatan ini termasuk dokter, apoteker, dokter spesialis dan juga radiographer. "Untuk perizinan, semua gratis. Izinnya semua melalui UPTSA (unit pelayanan terpadu satu atap)," katanya.

Feni menambahkan dalam penutupan apotek, tidak harus melibatkan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP). Selama ini, penutupan lebih banyak dilakukan oleh Dinkes Kota Surabaya sendiri.

Sebelum melakukan penutupan, lanjut dia, Dinkes akan memantau apakah apotek yang hendak ditutup itu sudah mengantongi surat izin praktek apoteker (SIPA) atau tidak.

Dalam satu apotek, setidaknya harus memiliki satu apoteker dan dibantun dua asisten apoteker. "Untuk menjaga keamanan warga ketika membeli obat di apotek, kami rajin melakukan pembinaan terhadap apoteker dan juga pengawasan terhadap apotek," katanya.

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi D DPRD Kota Surabaya, Junaedi memberi apresiasi terhadap langkah tegas Dinkes Kota Surabaya yang berani menindak apotek nakal.

Hal ini bisa menjadi peringatan agar pelaku usaha apotek tidak main-main terhadap persyaratan perizinan yang harus dipenuhi ketika membuka usaha apotek.

Namun begitu, lanjut dia, pihaknya tetap mendorong pada Dinkes untuk makin rutin lagi melakukan pengawasan terhadap keberadaan apotik yang kini makin menjamur di Surabaya.

"Jangan sampai, ketika izin usaha sudah dikeluarkan lantas tidak ada lagi pengawasan. Saya kira pengawasan harus terus menerus untuk memberi rasa aman pada masyarakat," katanya. (Antara)

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI