'Curhat' Ibunda Ubii, Bocah yang Terinfeksi Rubella sejak Lahir

Senin, 23 Februari 2015 | 03:09 WIB
'Curhat' Ibunda Ubii, Bocah yang Terinfeksi Rubella sejak Lahir
Ilustrasi Rubella. [Shutterstock/StockCe]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Grace Melia Kristanto (25) tengah sibuk memandikan putri semata wayangnya, Aubrey Naiym Kayacinta yang berumur dua tahun sembilan bulan, saat Antara berkunjung ke rumahnya di kawasan Maguwoharjo, Yogyakarta, Rabu (18/2/2015) lalu. Putrinya yang biasa disapa Ubii, tampak sangat tenang ketika sedang dimandikan.

"Ubii kalau mandi senang dan tidak rewel. Tapi maaf ya, rumahnya lagi berantakan karena habis ditinggal beberapa hari," kata Grace.

Grace terlihat sangat sibuk mengurus putrinya dan membereskan rumahnya tanpa bantuan orang lain. "Padahal saya sedang hamil muda delapan minggu, jadi tidak boleh terlaku capek," ucapnya.

Grace mengaku memang sangat menjaga kehamilan keduanya. Dia tidak ingin kehamilannya ini bermasalah, seperti saat dirinya mengandung Ubii.

Sejak mengetahui kehamilannya yang kedua, Grace mengaku telah mencari dokter kandungan yang tepat, karena pernah memiliki riwayat terinfeksi rubella ketika hamil anak pertama itu.

Ubii merupakan anak berkebutuhan khusus yang disebabkan infeksi virus Rubella sejak lahir atau Congenital Rubella Syndrome. Namun, seperti diceritakan Grace, sang ibunda baru mengetahuinya saat Ubii berusia lima bulan.

"Itu pun setelah saya ganti dokter anak sampai empat kali, dan yang kelimanya baru ketahuan kalau ternyata Ubii terkena Congenital Rubella Syndrome," kisahnya.

Grace menuturkan, saat hamil dia pernah mengalami demam tinggi dan muncul bercak-bercak merah muda di bawah kulit. Ketika itu dia berada di Kalimantan Timur (Kaltim) untuk mengajar Bahasa Inggris di sebuah perusahaan.

Waktu itu menurutnya, usia kehamilannya sekitar dua bulan, jadi masih trimester pertama. Infeksi virus Rubella saat hamil, terutama dalam rentang trimester pertama, memang memiliki dampak yang berbahaya pada janin.

Namun, kata Grace lagi, saat itu dia tidak menyadari bila kondisi yang dialaminya adalah akibat infeksi virus Rubella. Apalagi dokter kandungannya yang di Kaltim pun hanya mendiagnosis dirinya terkena gabag.

"Katanya cuma gabaken saja. Saya hanya diberi obat penurun panas dan disuruh minum air kelapa. Tapi saya segera minta pulang ke Yogyakarta, supaya kehamilannya baik-baik saja," tuturnya.

Sesampainya di Yogyakarta, Grace kembali memeriksakan kandungannya. Namun, dokter kandungan yang didatanginya masih tidak melihat tanda-tanda virus Rubella di tubuhnya.

Setelah kejadian itu, Grace mengaku menjalani kehamilannya tanpa masalah apa pun, hingga dia melahirkan Ubii secara caesar.

Namun, yang mengkhawatirkan adalah dokter mengatakan terdengar suara bising di jantung Ubii. Oleh karena itu, setelah Ubii berusia sebulan, Grace memeriksakan anaknya itu menggunakan ekokardiografi. Ternyata, ada kebocoran pada jantung Ubii sepanjang enam milimeter.

"Untung kebocoran jantungnya bisa menutup sendiri tanpa tindakan. Hasil tes yang terakhir Mei 2014, tinggal satu milimeter," ujarnya.

Pertumbuhan dan perkembangan Ubii sudah terlihat lebih lambat dibanding anak normal lainnya sejak lahir. Ubii sama sekali tidak bisa merespons suara yang ada di dekatnya.

"Waktu umur satu hingga dua bulan, saya masih berpikir mungkin belum bisa merespons. Saya mulai merasa aneh saat Ubii berumur tiga hingga lima bulan tapi belum bisa mendengar juga," papar Grace.

Berbagai cara dilakukan Grace untuk menarik perhatian Ubii, seperti menghentakkan kaki, hingga memecahkan balon di dekatnya. Tetapi tetap saja, sama sekali tidak ada tanggapan dari Ubii.

Di sisi lain, Ubii juga sangat rewel sejak lahir. Dia bisa tenang hanya bila digendong, menyusu, serta tidur. Gerakannya sangat minim, yaitu gerakan mata dan tangan saja.

Dokter Anak
Saat kemudian sempat berkonsultasi dengan dokter anak, Grace pun tidak mendapat penjelasan yang pasti. Justru dia menangkap kesan dokter menyepelekan kondisi Ubii.

"Setiap kali saya tanya kondisi Ubii, dokter bilangnya tidak semua anak sama, jadi ditunggu saja. Saya juga dibilang katanya masih muda, jadi gampang galau," tuturnya.

Hingga akhirnya, lanjut Grace, dokter anak yang kelima yang didatanginya mendiagnosis putrinya mengalami Congenital Rubella Syndrome.

"Jadi, Ubii cuma dipegang saja, dokternya sudah mengira Ubii mengalami Congenital Rubella Syndrome, karena badannya kaku. Saya juga baru dengar pertama kalinya apa itu Rubella," tuturnya.

Dari hasil tes TORCH (Toxoplasma, Rubella, Cyto Megalo Virus dan Herves Simplex Virus), Ubii kemudian disebut positif terinfeksi Rubella sejak lahir. Begitu juga dengan Grace.

"Saya juga positif HSV di area genital. Untungnya Ubii tidak lahir secara normal. Kalau tidak, saya tidak tahu lagi apa yang terjadi," ujar Grace.

Sebenarnya virus Rubella atau campak Jerman, termasuk infeksi ringan. Namun, hal itu akan berdampak berbahaya bila terinfeksi pada ibu hamil dalam masa trimester pertama.

Janin yang dikandung ibu yang terinfeksi Rubella, bisa lahir dengan satu atau lebih gangguan kesehatan. Beruntung, Ubii tidak mengalami gangguan penglihatan seperti anak lain yang juga mengalami Congenital Rubella Syndrome.

"Setelah tahu lebih banyak tentang bahaya TORCH, saya jadi merasa sebal, kenapa dokter-dokter masih banyak yang belum mengetahui tentang gejala dan bahaya Rubella atau TORCH," katanya.

Padahal, menurut Grace lagi, gejala Rubella sendiri sudah terlihat dari awal pada Ubii. Antara lain yaitu adanya kebocoran jantung, gangguan pendengaran, dan keterlambatan motorik.

Demi Ubii
Grace mengakui, merawat dan mendidik anak berkebutuhan khusus seperti putrinya, bukanlah hal yang mudah. Diperlukan kekuatan hati dan dukungan dari keluarga.

"Suami saya sangat berperan dan mendukung. Dia tidak menyalahkan saya atas kondisi Ubii," katanya.

Bagi Grace, yang selalu membuatnya kuat dan semangat ialah putrinya. Dia pun ingin memberikan contoh yang baik untuk Ubii.

"Kalau Ubii lihat saya lemah, terus nanti siapa yang bisa dicontoh Ubii? Meskipun Ubii berkebutuhan khusus, saya juga ingin dia bisa kuat dan mandiri," harapnya.

Grace sendiri telah menuangkan pengalamannya merawat dan mendidik putrinya itu dalam sebuah tulisan. Dia mengirimkannya ke sebuah situs online, sehingga tulisannya banyak dibaca terutama oleh ibu-ibu.

Setelah mendapat tanggapan yang positif atas tulisannya, Grace kembali menulis pengalamannya merawat Ubii. Setiap perkembangan putrinya itu dia ceritakan di blog pribadinya, Letters-to-Aubrey-with-Rubella.blogspot.com, yang kemudian juga dibukukan dengan judul Letters to Aubrey.

"Akhirnya, banyak yang menghubungi saya. Saya jadi saling kenal dengan ibu yang memiliki anak berkebutuhan khusus," ceritanya.

Grace akhirnya merasa menemukan teman yang bisa diajak curhat mengenai kondisi putrinya. "Kalau curhat dengan teman yang anaknya normal, sudah biasa. Paling mereka membesarkan hati saya. Saya ingin curhat dengan ibu yang senasib dengan saya," ujarnya.

Grace pun akhirnya berteman dengan Inel dan Nuril, yang memiliki riwayat yang sama dengannya. Berawal dari pertemanan itu, tercetuslah ide untuk membuat sebuah grup di Facebook.

"Awalnya biar saling kenal saja. Misalnya, saya kenal dengan A, tapi Mbak Inel belum kenal. Nah, dengan adanya grup, diharapkan bisa saling kenal satu sama lain," ujarnya.

Mereka lantas memberi nama grup itu "Rumah Ramah Rubella", yang resmi dibentuk 2 Oktober 2013 dan kini sudah memiliki anggota 4.000 lebih. Saat membentuk grup tersebut, Grace mengaku hanya ingin grup itu menjadi grup santai untuk saling curhat mengenai kondisi anaknya.

Seiring berjalannya waktu, banyak anggota grup yang menceritakan pengalaman pribadinya tentang bagaimana awalnya hingga anak mereka mengalami Congenital Rubella Syndrome. Ternyata, lebih banyak yang mengetahuinya setelah anaknya lahir.

"Padahal sebenarnya gejalanya itu bisa dilihat saat ibu hamil (yang) terinfeksi virus Rubella pada trimester pertama. Misalnya, seperti Mbak Inel yang sudah mengetahui janinnya akan mengalami gangguan karena terinfeksi virus Rubella sejak hamil," jelasnya.

Grace dan teman-temannya di komunitas "Rumah Ramah Rubella" pun bertekad ingin mengedukasi masyarakat tentang bahaya TORCH, serta bagaimana merehabilitasi anak yang sejak lahir terinfeksi TORCH. Sejak saat itu, mereka mencari artikel-artikel yang membahas tentang TORCH, yang kemudian disebarkan melalui grup Facebook-nya.

"Kami juga mengadakan seminar soal TORCH, tapi baru di Yogyakarta saja. Kami juga menyebar pamflet-pamflet," urainya.

Lebih jauh, Grace juga mengunggah video rekaman saat Ubii atau anak lainnya menjalani fisioterapi di akun Youtube. Video itu ditujukan untuk bisa dilihat oleh ibu yang memiliki anak seperti Ubii, tapi kurang mampu untuk membayar biaya fisioterapi atau keterbatasan yang lain.

"Jadi, mereka bisa mengikuti gerakan-gerakan fisioterapinya di rumah," tuturnya.

Grace mengaku berharap, pemerintah bisa mewajibkan screening TORCH dan vaksinasi MMR (Measles, Mumps, Rubella) pada anak-anak, serta wanita yang berencana menikah atau mengandung, guna mencegah infeksi Rubella.

"Saat ini vaksin MMR masih menjadi pilihan. Seharusnya sudah diwajibkan. Supaya jangan sampai anak lain bernasib seperti Ubii," harapnya. [Antara]

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI