Marah Bisa Jadi Indikator Kesehatan yang Baik?

Ririn Indriani Suara.Com
Jum'at, 09 Januari 2015 | 15:32 WIB
Marah Bisa Jadi Indikator Kesehatan yang Baik?
Ilustrasi. (Shutterstock)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Berlawanan dengan kepercayaan populer yang lazim di masyarakat Barat, para peneliti telah menemukan bahwa kemarahan sebenarnya terkait dengan kondisi kesehatan yang lebih baik dalam budaya tertentu.

Temuan menunjukkan kemarahan yang lebih besar dikaitkan dengan kesehatan biologis yang lebih baik pada orang-orang Jepang.

"Tak bisa disangkal menghubungkan kemarahan terhadap kesehatan yang buruk mungkin hanya berlaku dalam batas budaya 'Barat', di mana fungsi kemarahan sebagai indeks frustrasi, kemiskinan, status yang rendah dan segala sesuatu yang berpotensi membahayakan kesehatan," kata ilmuwan psikologis Shinobu Kitayama dari university of Michigan.

Untuk penelitian ini, para peneliti memeriksa data survei yang diambil dari peserta di AS dan Jepang.

Untuk mengukur kesehatan, para peneliti mengamati biomarker untuk inflamasi dan fungsi kardiovaskular, yang keduanya telah dikaitkan dengan ekspresi marah dalam penelitian sebelumnya.

Kombinasi dari kedua faktor ini sebagai ukuran risiko kesehatan biologis secara keseluruhan.

Para peneliti juga melihat langkah-langkah yang diukur berbagai aspek kemarahan, termasuk seberapa sering partisipan mengungkapkan perasaan marah melalui perilaku verbal atau fisik yang agresif.

Data menunjukkan bahwa ekspresi kemarahan yang lebih besar dikaitkan dengan peningkatan risiko kesehatan biologis antara peserta dari AS, karena penelitian sebelumnya telah menunjukkan demikian.

Tapi berbeda dengan ekspresi kemarahan peserta dari Jepang yang lebih besar ternyata terkait dengan penurunan risiko kesehatan biologisnya.

"Hubungan antara kemarahan yang lebih besar dan kesehatan biologis terganggu, diterima begitu saja dalam arus (Barat), benar-benar terbalik dengan kemarahan yang lebih besar dikaitkan dengan kesehatan biologis yang lebih baik pada orang Jepang," kata Kitayama.

Temuan ini, lanjut dia, menunjukkan bagaimana faktor sosial budaya ternyata bisa mempengaruhi proses biologis. (Zeenews)

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI