Suara.com - Meli seorang ibu mengaku panik ketika anaknya yang berusia 12 tahun mengeluh nyeri di bagian lututnya hingga berujung pada pembengkakan disertai demam tinggi.
Awalnya Ia hanya mencurigai anaknya terjatuh sehingga memicu nyeri di bagian lututnya, namun ketika ditanyai lebih lanjut, sang anak bercerita kalau sakitnya datang secara tiba-tiba.
Meli pun mengonsultasikannya ke dokter dan diagnosis kalau anaknya mengalami demam rematik dan hanya diberi obat oral.
Merasa tak puas dengan hasil diagnosa salah satu dokter anak, Meli membawa anaknya ke salah satu rumah sakit di Singapura. Dokter disana pun memvonis anak Meli terkena penyakit rematik genetik atau ankylosing spondylitis (AS).
Meski tampak asing didengar, ternyata penyakit ini cukup banyak diderita di Indonesia. Risiko kejadiannya lebih tinggi pada ras Tionghoa karena memiliki gen HLA-B27 yang terkait dengan penyakit AS ini.
Apa sebetulnya penyakit ankylosing spondylitis atau juga disebut rematik genetik? Menurut dr. Rudy Hidayat SpPD-KR dari Divisi Reumatologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI-RSCM, penyakit ini merupakan proses autoimun yang menyebabkan peradangan kronis pada sendi-sendi misalnya di tulang belakang/ sendi panggul/sendi lutut dan biasa diderita oleh kaum pria.
"Penderita penyakit ini umumnya lelaki usia muda sekitar 20 tahun yang menderita sakit pinggang terus menerus lebih dari tiga bulan," ujar dokter Rudy pada 'Seminar Manajemen Ankylosing Spondylitis' di Jakarta, Minggu (21/12/2014).
Namun penyakit ini ternyata juga bisa muncul sebelum usia 16 tahun, yang disebut dengan juvenile ankylosing spondylitis seperti yang diderita putra Meli.
Gejala utamanya, nyeri pinggang di bagian bawah seperti di pinggang, pantat, atau lutut pada pagi hari, namun akan menghilang perlahan setelah banyak melakukan gerak. Pasalnya, dengan bergerak, pinggang atau bagian lain yang sakit pun dilenturkan.
"Sakit di pinggang disebabkan oleh keadaan yang disebut entesopathy, yaitu radang pada tempat melekatnya ligamen dengan tulang belakang. Setelah peradangan telat dideteksi maka bisa terjadi penyatuan dua ruas tulang belakang," lanjutnya.
Dengan menyatunya ruas tulang belakang, penderita rematik genetik ini akan kesulitan menggerakkan badan. Akibatnya susah membungkuk, namun jika sudah membungkuk maka akan sulit tegak kembali. Beberapa penderitanya pun harus menggerakkan seluruh tubuhnya hanya untuk menengok.
Saat ini, menurut dokter Rudy, belum ada obat yang diketahui bisa mengembalikan kondisi ankylosing spondylitis, pulih seperti sedia kala. Namun berbagai terapi perawatan dan obat-obatan bisa mengurangi gejala-gejala dan mengelola rasa nyeri.
"Untuk menyembuhkan saya rasa belum ada penelitiannya, tapi obat bio-agent membantu memperlambat perkembangan penyakit pada pasien. Setidaknya bisa meningkatkan kualitas hidup pasien dengan membebaskannya dari rasa nyeri," katanya lagi.
Oleh karena itu, dokter Rudy berpesan, jika mengalami nyeri di bagian pinggang bawah terus menerus selama 3 bulan, segera konsultasikan ke dokter spesialis reumatologi untuk dicek lebih lanjut sebelum terlambat. Pasalnya kelainan pada sistem autoimun ini bisa menyebabkan kecacatan permanen seumur hidup.