Studi: Karbohidrat Lebih Bahaya dari Lemak Jenuh

Liberty Jemadu Suara.Com
Minggu, 23 November 2014 | 14:33 WIB
Studi: Karbohidrat Lebih Bahaya dari Lemak Jenuh
Ilustrasi makanan yang mengandung lemak jenuh (Shutterstock).
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Lemak jenuh (saturated fat) selalu diasosiasikan dengan sejumlah masalah kesehatan seperti penyakit jantung, tetapi sebuah penelitian terbaru menunjukkan bahwa konsumsi lemak jenuh dua kali atau tiga kali lipat tak akan menambah jumlah zat itu di dalam darah manusia.

Justru konsumsi karbohidrat berlebih yang bisa memicu naiknya jumlah asam palmitoleic dalam darah. Palmitoleic adalah asam yang bisa memicu penyakit diabetes dan penyakit jantung, demikian ulas penelitian yang diterbitkan di jurnal PLOS ONE, Jumat (21/11/2014).

"Intinya adalah Anda tidak perlu mengurangi lemak jenuh yang dikonsumsi, dan makanan utama yang harus Anda kurangi untuk mengurangi lemak adalah karbohidrat," kata Jeff Volek, ilmuwan dari Ohio State University, Amerika Serika, yang memimpin riset itu.

Dalam studi itu, Volek dkk menggelar eksperimen yang melibatkan 16 relawan. Mereka diminta mengikuti pola diet ketat selama empat dan enam bulan. Setiap tiga pekan, asupan makan mereka berubah, khususnya soal asupan karbohidrat, lemak, dan lemak jenuh.

Para peneliti menemukan bahwa ketika asupan karbohidrat berkurang dan lemak jenuh bertambah, jumlah lemak jenuh dalam darah tidak bertambah. Bahkan di sebagian besar relawan, jumlah lemak jenuh dalam darat berkurang.

Jumlah asal palmitoleic - yang bisa menggangu metabolisme karbohidrat dalam tubuh - turun dan akan naik ketika carbohidrat kembali ditambahkan dalam pola makanan relawan.

Para peneliti mengatakan bahwa naiknya asam palmitoleic dalam darah menandakan naiknya porsi karbohidrat yang dikonversi menjadi lemak, ketimbang dibakar oleh tubuh.

"Ketika Anda mengonsumsi makanan berkarbohidrat yang rendah, tubuh Anda akan memilih untuk membakar lemak jenuh," terang Volek.

Volek mengatakan di akhir eksperimen ditemukan peningkatan signifikan kandungan glukosa dan insulin dalam darah relawan. Para relawan juga mengalami penurunan berat badan rata-rata 10 kilogram. (CNA/AFP)

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI