Suara.com - Mewabahnya kebiasaan merokok di kalangan pelajar dan mahasiswa menjadi ancaman serius. Tak hanya berisiko pada kesehatan, rokok juga dinilai sebagai candu yang bisa mengakibatkan ketergantungan bagi para pelakunya. Untuk menanggulangi bahaya 'laten' kepulan tembakau ini, seluruh kampus yang tergabung dalam Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (APTISI), akhirnya, sepakat menggulirkan "Gerakan Kampus Tanpa Asap Rokok".
Hal itu diungkapkan Edy Suwandi Hamid, Ketua Umum Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (APTISI) pada acara penandatanganan memorandum of understanding (MoU) antara APTISI dengan Tobacco Control Support Centre (TCSC) dan Komnas Pengendalian Tembaku di Hotel Savoy Homann, Jalan Asia Afrika, Kota Bandung, Jawa Barat, baru-baru ini.
Menurut Edy, langkah ini merupakan salah satu upaya APTISI berkontribusi nyata terhadap penanggulangan ancaman tembakau, alkohol, dan narkoba di lingkungan kampus. Ia menyebut bahwa masih sedikit kampus di Indonesia yang memiliki komitmen bebas asap rokok.
“Berbicara mengenai kampus tanpa asap rokok, jumlahnya baru satu persen kampus swasta di Indonesia yang benar-benar komit untuk melarang, baik dalam bentuk kepulan asap rokok langsung maupun dalam bentuk sponsor. Mahasiswa adalah bahan baku untuk diolah menjadi penerus bangsa. Oleh karena itu saya sangat senang sekali hari ini dpt menandatangani kerjasama dalam melindungi anak muda dari bahaya rokok,” ujar Edy.
Lebih lanjut Edy mengaku setuju bila seluruh kampus swasta di Indonesia membuat aturan larangan merokok. Menurut dia, dampak rokok tak sekadar berbahaya bagi kesehatan, tapi juga bisa merusak mental mahasiswa.
“Jika ditemukan pelanggaran saya serahkan pada masing-masing PTS. Belum ada sanksi mengikat yang diberlakukan dari peraturan baru ini,” ujarnya.
Sementara itu, menurut Ketua Indonesian Tobacco Control Network-Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (ITCN-IAKMI), dr Kartono Mohamad, risiko yang ditimbulkan kebiasaan merokok adalah kesehatan. Selain itu, rokok juga penyebab awal kecanduan narkoba.
"Rokok itu mengandung nikotin yang bersifat mencandu, dan nikotin sejajar dengan sianida yang mana merupakan racun pembunuh yang sangat berbahaya. Belum lagi merusak intelegensi anak. Dan yang paling ditakutkan adalah awal sebagai pecandu narkoba," ujar mantan ketua Ikatan Dokter Indonesia ini.
Namun, Kartono menambahkan, dengan adanya kerja sama ini bukan berarti menutup industri rokok. Kartono menegaskan bahwa inti dari penandatanganan MoU ini untuk mengendalikan promosi dan iklan rokok di kampus.
“Jadi dengan adanya peraturan ini bukan berarti kita mematikan mata pencaharian petani tembakau atau justru menuntut untuk ditutupnya industri rokok. Namun, kita hanya berusaha mengendalikan kebiasaan merokok di kalangan kampus. Kita tidak ingin generasi penerus bangsa rusak hanya karena rokok,” imbuh Kartono. (Firsta Putri)