Suara.com - Tahukah Anda berapa berat badan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sebelum dan sesudah menjadi Presiden?
Mungkin kita tidak akan pernah tahu angka pastinya, namun dari hari ke hari dan tahun ke tahun selama menjabat sebagai presiden dalam dua periode, tampak jelas SBY mengalami penambahan berat badan. Bahkan SBY sempat harus diet yang berhasil menurunkan berat badannya sebanyak 10 kg meski hingga kini belum berhasil mencapai berat badan yang proporsional dengan tinggi badannya.
Lalu bagaimana dengan presiden terpilih, Joko Widodo yang kini memiliki berat badan 54 kg dan mengaku sudah makan banyak tapi tetap langsing? “Pada laki-laki biasanya perut menjadi ‘karir meter,’ semakin sukses dalam berkarir, semakin maju pula perutnya,” ujar pakar kesehatan tentang obesitas, dr. Grace Judio-Kahl, MSc. dari klinik lightHOUSE.
Inilah yang menjadi alasan mengapa Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri sebagai pengusung Jokowi saat pemilihan presiden (pilpres) pernah menyampaikan pendapatnya agar berat badan Joko Widodo yang akrab disapa Jokowi itu ditambah sebanyak 10 kg.
Padahal, menurut dr. Grace, bertambahnya berat badan seiring dengan perut yang membuncit justru meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular. "Tentunya Anda lebih menginginkan presiden yang sehat dan bukan yang 'tampak gagah' dengan perut besarnya, bukan? Jadi kita berharap semoga Presiden yang sekarang mampu menjaga berat badannya dan tidak mengalami kegagalan seperti pendahulunya," jelasnya.
Bahaya Lobi Meja Makan Jokowi
Jokowi yang mengemban tanggung jawab berat memimpin negara dengan jumlah penduduk lebih dari 250 juta jiwa, kata dr. Grace, harus memiliki stamina dan kondisi kesehatan prima jika ingin sukses menjalankan program-program yang diusungnya saat pilpres.
"Tentunya Jokowi tidak perlu mengurangi berat badan. Malah banyak yang menyarankan untuk menaikkan. Pesan kami adalah, jangan sampai kebablasan. Kekhawatiran kami berdasarkan strategi politik Jokowi yang kerap melakukan 'lobi meja makan'," jelasnya.
Strategi 'lobi meja makan' ini, menurut dr. Grace, sebenarnya sudah umum dilakukan banyak politisi, pengusaha bahkan karyawan biasa. Lalu, bagaimana strategi melakukan 'lobi meja makan' tanpa membahayakan berat badan? Berikut beberapa tips yang diberikan Grace:
1. Makan saat lapar, berhenti saat kenyang, dan tidak lapar mata. Lobi sebaiknya dilakukan saat jam makan
2. Konsentrasi pada jalannya rapat, jadikan makanan hanya sebagai media pendekatan dengan lawan bicara
3. Tetap blusukan (dalam kasus Anda mungkin mengunjungi bawahan, kantor klien, atau cabang-cabang) untuk memperbanyak pengeluaran energi.
Lantas, apa pula yang menjadi alasan Jokowi harus tetap langsing? Berikut beberapa alasan yang dikemukakan oleh dr. Grace Judio-Kahl:
1. Tetap sehat dan fit
Menjaga tubuh tetap fit dan sehat akan sangat membantu Jokowi menjalankan tugasnya sebagai presiden untuk 5 tahun ke depan. Tekanan politik akan lebih kuat karena sebagai pemegang peran eksekutif, Jokowi tidak memiliki pendukung yang cukup di kursi legislatif. Tekanan ini tentunya dapat menimbulkan stres yang bisa berujung pada naiknya tekanan darah. Bila kondisi ini tidak didukung dengan pola makan yang sehat, maka risiko gangguan kesehatan akan meningkat.
2. Agar tetap gesit blusukan
Ciri khas Jokowi yang senang mengunjungi warganya perlu ditunjang dengan bentuk tubuh yang sesuai. Kelebihan berat badan hanya akan mengganggu aktivitas semacam ini.
3. Menjaga citra
Belakangan ini muncul citra lain dari perut buncit. Bukan hanya ukuran kesuksesan, tapi juga identik dengan korupsi. Tentunya Jokowi ingin menjauhkan diri dari citra semacam itu. Selain itu perut buncit juga mengesankan orang yang ingin dilayani, citra yang bertentangan dengan gaya Jokowi yang ingin melayani masyarakat.
Pendapatnya tersebut disampaikan oleh dr. Grace berdasarkan pengalamannya menangani pasien dari berbagai golongan, termasuk politisi.