Studi: Gaya Berjalan Bisa Pengaruhi Suasana Hati

Selasa, 21 Oktober 2014 | 15:45 WIB
Studi: Gaya Berjalan Bisa Pengaruhi Suasana Hati
Ilustrasi. (Sumber: Shutterstock)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Hasil penelitian terkini menunjukkan bahwa bukan hanya suasana hati yang mempengaruhi cara berjalan, tapi cara berjalan juga bisa mempengaruhi suasana hati.  

Kesimpulan ini didapat setelah para peneliti meminta peserta penelitian berjalan seperti seseorang yang tengah depresi, dengan lebih sedikit menggerakkan lengan dan bahu, mengalami suasana hati lebih buruk dibanding mereka yang diminta berjalan dengan gaya yang lebih bahagia.

Menurut peneliti senior dari Canadian Institute for Advanced Research (CIFAR) dan Universitas Queen, Nikolaus Troje, penelitian sebelumnya telah mengungkapkan bahwa gerakan orang yang mengalami depresi sangat berbeda dari orang-orang yang merasa bahagia.

"Tidak mengherankan kalau suasana hati kita, apa yang kita rasakan, mempengaruhi bagaimana kita berjalan, tapi kami ingin melihat apakah cara kita bergerak juga mempengaruhi bagaimana kita merasa," imbuhnya.

Dalam penelitian, Troje dan koleganya menunjukkan sebuah daftar yang memuat kata-kata positif dan negatif, seperti "cantik", "takut" dan "cemas". Mereka lalu menunjukkan daftar kata-kata itu kepada peserta penelitian dan meminta mereka berjalan di treadmill sementara para peneliti mengukur gerakan dan postur subjek.

Sebuah layar menunjukkan kepada subyek satu pengukur yang bergeser ke kiri atau kanan tergantung pada apakah gaya mereka berjalan lebih tertekan atau bahagia. Setelah itu mereka diharuskan menuliskan sebanyak mungkin kata-kata yang mereka bisa ingat dari daftar kata-kata yang diberikan sebelumnya.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa mereka yang berjalan dengan gaya tertekan lebih banyak mengingat kata-kata negatif. Perbedaan dalam mengingat itu menunjukkan bahwa gaya berjalan depresi benar-benar menciptakan suasana hati yang lebih tertekan.

Penelitian itu membangun pemahaman tentang bagaimana suasana hati dapat mempengaruhi memori.  Lebih lanjut Troje mengatakan, pasien yang secara klinis depresi diketahui mengingat peristiwa-peristiwa negatif, terutama tentang diri mereka sendiri, lebih banyak dari peristiwa yang positif. Mengingat kejadian buruk membuat mereka merasa lebih buruk.

"Jika Anda bisa memutuskan siklus itu, Anda akan punya alat terapetik kuat untuk menangani pasien depresi," jelasnya.

Penelitian itu juga berkontribusi pada upaya untuk membuka misteri tentang bagaimana otak mengubah rangsangan sensorik menjadi informasi dan menciptakan kembali gaya belajar manusia. Studi ini dipublikasikan dalam Journal of Behavior Therapy and Experimental Psychiatry. (Zeenews India)

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI