Kasus Bunuh Diri Meningkat, Indonesia Masih Kekurangan Psikolog

Laban Laisila Suara.Com
Kamis, 09 Oktober 2014 | 05:30 WIB
Kasus Bunuh Diri Meningkat, Indonesia Masih Kekurangan Psikolog
Ilustrasi gangguang kejiwaan. (Shutterstocks)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Sesaat sebelum memutuskan mengakhiri hidupnya dengan cara tragis, pria yang diketahui bernama Sulaiman ini sempat terekam kamera pengintai terlihat gelisah dan mondar-mandir di area restoran.

Pakar spesialis kejiwaan dr Nova Riyanti Yusuf. SpKJ menilai, bahwa proses mengakhiri hidup yang kini marak dilakukan dengan bunuh diri secara psikologis memiliki kaitan erat dengan masalah kejiwaan seseorang.

"Kasus bunuh diri kemarin dari lantai 56 BCA, bahwa ternyata pelaku terlihat resah sebelum melakukan aksinya. Kita tidak bilang dia gila, tapi kejiwaannya yang terganggu," ujar Noriyu di sela-selabSoft launching bukunya yang berjudul: "A Rookie & The Passage of The Mental Health Law" di Bunga Rampai Jakarta Pusat, Rabu (8/10/2014).

Beratnya beban hidup yang dimiliki seseorang sebaiknya dikonsultasikan dengan pakar psikologis atau psikiater. Jika beban yang terlalu berat ini tidak ditangani oleh ahli yang tepat, aksi mengakhiri hidup dengan cara-cara yang tak lazim sulit dihindari.

Data Mabes Polri pada 2012 lalu menyebutkan bahwa tingkat bunuh diri di Indonesia adalah 1.170 jiwa per tahunnya. Namun jumlah korban yang setiap tahunnya meningkat ini tidak diimbangi dengan ketersediaan psikiater atau dokter yang khusus menangani gangguan kejiwaan pada diri seseorang.

"Penduduk kita jumlahnya sekitar 240 juta jiwa, tapi jumlah psikolog klinis dan psikiater tidak lebih dari 1.200 orang. Tentunya 1 psikiater berbanding 500 ribu jiwa. Tak sebandinglah dengan negara Jepang yang memiliki rasio 1:1.000," ungkap mantan anggota DPR RI ini.

Tak hanya itu, Noriyu juga menyoroti soal pelayanan kesehatan yang diberikan pada pasien dengan gangguan jiwa. Menurutnya, minimnya informasi, akses dan fasilitas layanan kesehatan yang menyebabkan orang dengan ganguan jiwa tidak mendapatkan haknya.

"Jumlah puskesmas di Indonesia itu hanya 9.000, tapi yang bisa memberikan informasi dan pelayanan tentang kesehatan jiwa hanya 1.000 puskesmas. Ini sangat kurang sekali", imbuhnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI