Suara.com - Sebuah studi terkini memprediksi bahwa infeksi ebola bisa mencapai 6.800 kasus di Afrika Barat hingga akhir September 2014, jika tindakan pengendalian baru tidak segera diberlakukan.
Studi yang dilakukan para peneliti dari Arizona State University dan Harvard University di Amerika Serikat (AS) menyimpulkan bahwa pada Agustus 2014 terjadi kenaikan kasus ebola yang signifikan di Liberia dan Guinea.
Pada saat itu justru upaya karantina kepada warga diberlakukan. Artinya, karantina mungkin membuat pertumbuhan virus ebola menjadi lebih besar, karena semakin buruknya kondisi sanitasi di dua kawasan tersebut.
"Mungkin ada alasan lain mengapa penyebaran wabah jadi memburuk, termasuk kemungkinan bahwa virus telah menjadi lebih cepat menular. Mungkin upaya pengendalian melalui karantina membuat wabah jadi menyebar lebih cepat, karena semakin banyak orang berkumpul dalam kondisi tidak sehat," ujar Sherry Towers, peneliti ASU Simon A Levin Mathematical, Computational and Modelling Sciences Center (MCMSC).
Beberapa peneliti menilai, upaya karantina sangat mungkin tidak efektif dalam mengendalikan wabah yang sedang berlangsung Afrika Barat ini, karena virus mematikan itu telah menyebar di area geografis yang luas.
Wabah tersebut disinyalir telah menyebar ke daerah padat penduduk dan risiko penyebaran secara internasional juga meningkat. Hal lain yang menjadi masalah adalah kurangnya sumber daya yang efektif untuk karantina dan isolasi di negara-negara belum berkembang.
Pada kesempatan yang berbeda, peneliti lain justru mendukung pengendalian ebola dengan cara karantina.
"Saat ini tidak ada vaksin berlisensi atau pengobatan khusus untuk penyakit ini, sehingga karantina dan isolasi merupakan cara pencegahan yang paling potensial," kata Carlos Castillo-Chavez, Direktur Executive MCMSC. (Science Daily)