Suara.com - Beberapa tahun yang lalu, peneliti dari Universitas Columbia menemukan bahwa anak-anak di kota New York memiliki tingkat asma tertinggi di dunia. Hampir 25 persen anak-anak di salah satu kota tersibuk di AS itu mengidap asma.
Fakta ini memicu ilmuwan untuk menemukan apa penyebabnya. Sebuah tim ini lantas dibentuk untuk meneliti 300 perempuan hamil, dan mempelajari kondisi kesehatan anak-anak yang dilahirkan.
Temuannya, diterbitkan secara teratur menyebut gangguan pernapasan dan neurologis pada anak-anak terkait dengan polusi udara yang meracuni darah mereka. Termasuk salah satunya adalah paparan phthalates --pengikat kimia yang biasa ditemukan di banyak bahan pembersih rumah tangga, produk perawatan pribadi dan kemasan makanan-- serta insektisida dan pestisida.
Dan baru-baru ini, Whyatt merilis hasil penelitian terhadap efek paparan phthalate pada anak-anak, sejak maish di janin hingga ke usia sekolah.
Hasilnya cukup mengejutkan: anak-anak yang banyak terpapar phthalates dalam rahim 70 persen lebih mungkin menderita asma antara usia 5 hingga 12 tahun.
Penelitian itu juga mengingatkan pemerintah AS lamban mengatasi dampak yang ditimbulkan phthalates, meski telah melarang penggunaan zat ini dalam produk untuk anak-anak. Whyatt dan timnya menemukan penggunaan phthalates, dalam bentuk butil benzil phthalate (BBzP), di-n-butil ftalat (DnBP), di (2-ethylhexyl) phthalate (DEHP) dan dietil ftalat (DEP), sebagai pemicu risiko.
"Seorang ibu berisiko terkontaminasi phthalates ini melalui PVC, kemasan makanan dan produk perawatan pribadi," ujar Whyatt.
Namun Whyatt mengakui keterbatasan penelitiannya, karena hanya difokuskan pada kelompok tertentu yang sudah dikenal memiliki kasus asma yang tinggi.
Penelitian ini juga hanya menyasar perempuan Afro-Amerika dan Dominika yang tinggal di pusat kota New York. Meski demikian, temuan ini cukup mengejutkan melihat tingginya risiko yang dihadapi anak-anak yang terkena konsentrasi tinggi phthalates.
Ilmuwan Swedia, Carl Bornehag telah bekerja sama dengan tim Whyatt selama bertahun-tahun, dan menjajagi kemungkinan mereplikasi studi paparan phthalate pralahir di Swedia, yang mewakili demografis yang sama sekali berbeda dari yang diteliti Whyatt.
"Perubahan Asma pada masa remaja - itu lebih umum terjadi pada anak laki-laki sebelum masa remaja dan pada anak perempuan setelahnya," jelas Whyat.
Mereka yang memiliki asma pada masa remaja, ujarnya, lebih mungkin untuk menderitanya sepanjang hidup mereka. Jadi untuk masalah kesehatan masyarakat sangat penting untuk melihat apakah ada korelasi antara paparan phthalate dan penyakit asma saat remaja. (The Guardian)