Suara.com - Nancy, gadis berusia delapan tahuan itu tampak serius berkonsentrasi. Dia mengabaikan rambut panjangnya menutupi wajahnya. Dia sedang berusaha melipat selembar kertas menjadi tiga, dan menghubungkan penjepit kertas atas lipatan. Kuku jari kirinya dicat pink, sedangkan jari tangan kanannya dicat biru, menandakan fungsi yang berbeda. Dengan disiplin ia menyebar jari-jarinya bercat biru untuk melipat kertas di tangannya.
Nancy adalah satu dari banyak anak yang berlatih sulap di rumah sakit Guy di London, Inggris. Kamp musim panas itu kali ini begitu berbeda, semua taplak meja yang terbuat dari beludru merah.
Selama dua minggu, Nancy dan rekan-rekannya akan belajar trik sulap sebelum tampil di teater Magic Circle. Mereka adalah penderita hemiplegia, bentuk umum dari cerebral palsy, sebuah kelainan yang mempengaruhi kontrol otot di setengah bagian tubuh.
Beberapa penderita penyakit ini harus berjalan terpincang-pincang, sebagian yang lain memiliki satu tangan terkunci, --jempol terjebak di dalam lipatan telapak tangan, jari-jari terus mengepal membentuk tinju, atau pergelangan tangan yang menolak untuk digerakkan. Dengan latihan sulap, ternyata beberapa anak terbukti mengalami kemajuan yang signifikan.
"Anak-anak dengan hemiplegia cenderung mendapatkan terapi terbatas, setelah pasien bisa berjalan mereka dianggap baik-baik saja. Padahal kenyataannya tidak seperti itu," ujar Yvonne Farquharson, pengelola kamp sementara itu.
Ia menyebut, latihan "At Breathe Magic" ini sebagai penolong bagi mereka yang tidak memiliki kontrol otot. Di sini mereka tidak memiliki tempat untuk bersembunyi. Semua peralatan sulap disimpan dalam kotak tertutup yang hanya bisa diangkat dengan dua tangan. Buku harian yang digembok. Camilan mereka adalah sekantong keripik. Dan latihan intensif selama 60 jam dalam 10 hari, membuat latihan ini efektif bekerja.
Terapi ini digagas David Owen, mantan pesulap terkenal di Inggris. Ayah Owen adalah seorang ahli bedah, ibunya seorang perawat. "Saya tertarik untuk mencari cara yang berbeda untuk menggunakan sulap," katanya.
"Mempraktekkan trik sulap memiliki pengaruh meditatif. Kamp "menggunakan sihir sebagai metafora. Ini adalah cara untuk berurusan dengan komunikasi," terangnya
Itu juga pengalaman yang dirasakan George Say, 16, seorang peserta pada tahun 2010, dan tahun ini kembali sebagai mentor. Ia mengaku tidka sepercaya diri Nancy, dan sering diganggu teman-temannya.
"Saya tidak bisa bermain sepak bola atau bersepeda dengan teman-teman saya. Saya selalu terlalu lambat. Begitu aku sampai ke kamp ajaib ini saya merasa begitu baik, dan bisa menjadi diriku sendiri, bukan dihakimi," ujarnya.