Suara.com - Belakangan ini salah satu jenis gangguan kejiwaan yang disebut gangguan bipolar tengah hangat diperbincangkan oleh sebagian besar masyarakat.
Topik ini menyeruak setelah munculnya berbagai berita tentang dugaan gangguan bipolar yang dialami oleh artis cantik, Marshanda.
Di tengah hangatnya pemberitaan tersebut, masyarakat kembali dikejutkan oleh kabar duka meninggalnya aktor kenamaan dunia, Robin Williams di California, Amerika Serikat, Senin (11/8/2014).
Lelaki 63 tahun ini ditemukan tewas tergantung di pintu kamarnya. Dia mengakhiri hidup pada seutas sabuk yang diikat di pintu kamar. Tak jauh dari tubuhnya, ada sebilah pisau, serta bekas sayatan di tangan.
Tindakan bunuh dirinya ini diduga dipicu depresi berat. Lebih jauh, analisa kejiwaan menduga Williams juga mengalami gangguan bipolar.
Lantas, apa sih sebenarnya gangguan bipolar ini? Kepala Departemen Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, dr. Agung Kusumawardhani, SpKJ mengatakan, gangguan bipolar adalah gangguan suasana hati yang bisa dialami oleh siapa saja.
Gangguan bipolar (bipolar disorder) itu sendiri, lanjut dia, adalah gangguan pada perasaan seseorang akibat masalah di otak, ditandai dengan perpindahan (swing) mood, pikiran, dan perubahan perilaku.
"Penderita mengalami perubahan mood yang dramatis, dari episode manic dan episode depresi selama periode waktu tertentu," jelas Agung.
Episode manic, lanjut dia, ditandai dengan kondisi mood yang sangat meningkat (hipertimik) atau irritable (mudah marah dan tersinggung), episode depresi ditandai dengan mood yang sangat menurun (hipotimik). Di antara kedua episode mood tersebut ada masa mood yang normal (eutimik).
Suasana Hati Tak Stabil
Menurut dia, awam sering menyebutnya suasana hati yang tidak stabil. Namun, kata Agung, gejala ini baru bisa disebut sebagian gangguan bila telah memenuhi kriteria waktu tertentu, seperti untuk episode manic, dibutuhkan kondisi mood hipertimik dalam rentang waktu minimal seminggu atau bahkan kurang dari seminggu.
Untuk episode depresi, memerlukan waktu minimal 2 minggu terus-menerus berada dalam kondisi mood hipotimik.
"Bisa dipastikan disebut gangguan, bila fungsi pekerjaan atau kehidupan sosialnya terganggu. Saat terjadi gangguan, terkadang pasien perlu dirawat di rumah sakit.
dr Nurmiati Amir, SpKJ (K), Wakil Ketua Sie Bipolar dan Gangguan Mood Lainnya pada Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia menambahkan, ada dua tipe gangguan suasana hati.
Tipe pertama adalah mengalami gejala manik. Pada tipe satu ini, lanjut dia, seseorang bisa bertindak berlebihan dan tidak realistis. "Ia sering melompat dari ide satu ke ide lainnya karena terlalu bersemangat," imbuh Nurmiati.
Tak hanya itu, tambah Agung, penderita bipolar tipe satu juga merasa euforia berlebihan, tak kenal lelah dan sulit tidur. Parahnya lagi, penderita sering mengalami halusinasi dan delusi. "Gejala manik merupakan yang terparah dari lainnya," jelasnya.
Sedangkan tipe dua, kata Nurmiati, adalah gangguan suasana hati yang mengalami gejala hipomanik dan depresi. Gejala hipomanik, lanjut dia, masih bisa diterima secara normal sosial.
"Penderita memiliki ide lebih kreatif, realistis dan peka melihat peluang. Ia juga terlihat gembira, energik dan produktif," urainya merinci.
Namun sayangnya, kata Nurmiati, penderita gangguan suasana hati tipe dua sering mengambil keputusan yang buruk dan mudah marah tanpa sebab. Kondisi ini tentu saja berdampak pada hubungan, karier dan reputasi.
Sedangkan depresi, tambah dia, ditandai dengan hilangnya minat seseorang. Tak hanya itu, penderita dengan gejala ini juga sering terlihat sedih, murung, tak mau bertemu orang lain, serta mengalami insomnia.
"Penderita biasanya merasa tak berguna dan gampang berhalusinasi," jelasnya.
Kondisi inilah yang menyebabkan seseorang bisa melakukan tindakan nekat seperti bunuh diri. "Dan bipolar tipe 2 ini banyak diderita perempuan," ungkap Nurmiati.
Perempuan Rentan Gangguan Bipolar
Ia mengakui, perempuan memang lebih rentan mengalami gangguan bipolar yaitu, gangguan jiwa bersifat episodik yang ditandai dengan gejala-gejala perubahan suasana hati seperti mania, hipomania, depresi dan campuran.
Ini dikarenakan terkait hormonal, yakni hormon estrogen yang mempengaruhi mood perempuan. Contohnya, kata Nurmiati, saat haid, hamil, pascamelahirkan, pre-menopause dan menopause.
“Pada saat itu hormon estrogen bisa terganggu,” imbuhnya.
Nurmiati menjelaskan, gangguan bipolar kemungkinan muncul pada perempuan setelah melahirkan. Pada masa tersebut, lanjut Nurmiati, perempuan bisa mengalami depresi yang umumnya dipicu oleh masalah berat disertai gangguan psikotik berupa gangguan pada kemampuan menilai realita.
“Saat perempuan mengalami depresi pascamelahirkan, kemungkinan munculnya gangguan bipolar besar. Hanya mania saja yang belum muncul. Jadi nggak bisa dianggap enteng depresi pascamelahirkan itu,” katanya.
Langkah pengobatan bagi penderita gangguan bipolar, menurut Nurmiati, perlu usaha pasien untuk hidup teratur mengikuti psikoterapi, terapi keluarga dan kelompok.
“Gangguan bipolar itu sifatnya kronik. Kapan saja bisa kambuh. Oleh karenanya, pengobatan komprehensif harus terus menerus dilakukan. Saat pengobatan dihentikan, ada risiko gangguan ini bisa kambuh,” tutupnya.