Suara.com - Hasil studi terkini menunjukkan bahwa orang lanjut usia (lansia) yang tidak mendapatkan cukup asupan vitamin D lebih mungkin mengalami demensia dan penyakit Alzheimer.
Kesimpulan tersebut didapat setelah para peneliti meneliti 1.658 orang dewasa berusia 65 tahun atau lebih yang awalnya bisa berjalan tanpa bantuan dan terbebas dari demensia, penyakit jantung dan stroke.
Setelah rata-rata enam tahun dipantau, 171 peserta menderita demensia dan 102 orang lagi menderita penyakit Alzheimer.
Hasil studi yang dipublikasikan di jurnal Neurologi, American Academy of Neurology, Rabu (6/8/2014) menemukan bahwa orang yang memiliki kadar vitamin D rendah memiliki risiko 53 persen lebih tinggi mengalami demensia.
Sementara, orang yang sangat kekurangan vitamin D memiliki 125 persen peningkatan risiko ketimbang peserta dengan tingkat vitamin D normal.
Hasil yang sama juga berlaku untuk penyakit Alzheimer. Kelompok yang kekurangan vitamin D dalam kadar sedang, 69 persen lebih mungkin mengalami jenis demensia ini. Namun pada kelompok yang kekurangan vitamin D parah, risikonya naik drastis menjadi 122 persen.
Hasil tersebut tetap sama setelah para peneliti menyesuaikan dengan faktor lain yang dapat mempengaruhi risiko demensia seperti pendidikan, merokok dan konsumsi alkohol.
"Dari studi ini kami berharap menemukan kaitan antara kadar vitamin D rendah dan risiko demensia dan penyakit Alzheimer, tapi hasilnya mengejutkan. Kami benar-benar menemukan hubungan itu dua kali lebih kuat dari yang kami perkirakan," kata penulis studi tersebut, David Llewllyn, dari University of Exeter di Inggris, seperti dilansir dari kantor berita Xinhua.
Ia mengatakan pengujian klinik sekarang perlu dilakukan untuk memastikan apakah mengonsumsi makanan seperti minyak ikan atau suplemen vitamin D dapat menunda atau bahkan mencegah munculnya penyakit Alzheimer dan demensia.
Perlu diketahui, vitamin D diperoleh dari tiga sumber utama yaitu paparan sinar matahari, makanan seperti minyak ikan dan suplemen.
Para peneliti mengatakan bahwa kulit lansia bisa kurang efisien untuk mengubah sinar matahari menjadi vitamin D, sehingga mereka lebih mungkin kekurangan vitamin tersebut. Kondisi inilah yang membuat mereka memerlukan vitamin D dari sumber lain yaitu, makanan. (Xinhua)