Sering Disalahgunakan, Obat Dekstro Sediaan Tunggal Ditarik

Ririn Indriani Suara.Com
Selasa, 01 Juli 2014 | 10:27 WIB
Sering Disalahgunakan, Obat Dekstro Sediaan Tunggal Ditarik
Ilustrasi obat. (Sumber: Shutterstock)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

"Kalau dibilang rugi, ya, tidak terlalu karena harganya yang murah sekali, dokter juga jarang tulis itu di resepnya," kata Wido.

Oleh karena itu, dia setuju jika dekstro kemasan tunggal ditarik dari peredaran karena penggunaannya yang cenderung disalahgunakan apalagi mudah diperoleh dengan harga relatif murah.

"Lebih baik ditarik karena banyak disalahgunakan anak-anak muda yang suka mengoplos dekstro ke dalam minuman keras. Ini sangat berbahaya," ungkapnya.

Berdasarkan surat edaran BPOM, obat yang mengandung dekstrometorfan sediaan tunggal memiliki efek sedatif-disosiatif dan banyak disalahgunakan dan sudah jarang digunakan untuk terapi di kalangan medis.

Obat mengandung dekstro sediaan tunggal dalam dosis yang ditetapkan dapat memberikan efek terapi. Namun, penggunaan dalam dosis tinggi menimbulkan efek euforia dan halusinasi penglihatan maupun pendengaran.

Intoksikasi atau overdosis dekstrometorfan dapat menyebabkan hipereksitabilitas, kelelahan, berkeringat, bicara kacau, hipertensi, dan mata melotot (nystagmus). Apalagi, jika digunakan bersama dengan alkohol, efeknya bisa sangat berbahaya dan dapat menyebabkan kematian.

Kepala Biro Hukum dan Humas BPOM, Budi Djanu Purwanto mengungkapkan bahwa kasus penyalahgunaan dekstro hampir terjadi di seluruh wilayah Tanah Air. Bahkan, di Jawa Barat status penyalahgunaan dekstro sudah mencapai tingkat kejadian luar biasa (KLB).

"Pemakaian narkoba di wilayah ini sudah bergeser dari sabu-sabu, putaw, ekstasi, ganja, valium, dan metadon ke dekstrometorfan tablet," jelasnya.

Apalagi, lanjut dia, kondisi yang lebih memprihatinkan bahwa penyalahgunaan tertinggi obat ini adalah para remaja atau pelajar mulai dari usia sekolah menengah atas bahkan usia sekolah dasar.

Budi mengatakan bahwa BPOM melakukan pengkajian dan pembahasan sejak 2011 dengan narasumber dan lintas sektor terkait untuk mengeluarkan rekomendasi tindak lanjut terkait dengan permasalahan ini.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI