Suara.com - Perempuan lebih sering mengalami gangguan bipolar yaitu, gangguan jiwa bersifat episodik yang ditandai dengan gejala-gejala perubahan suasana hati seperti mania, hipomania, depresi dan campuran.
Ini dikarenakan terkait hormonal, yakni hormon estrogen yang mempengaruhi mood perempuan. Contohnya, kata Dr. dr. Nurmiati Amir, SpKJ (K), saat haid, hamil, pascamelahirkan, pre-menopause dan menopause.
"Pada saat itu hormon estrogen bisa terganggu," imbuh wakil Ketua Seksi Bipolar dan Gangguan Mood Lainnya pada Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia di Jakarta, belum lama ini.
Dia menjelaskan, gangguan bipolar kemungkinan muncul pada perempuan setelah melahirkan. Pada masa tersebut, lanjut Nurmiati, perempuan bisa mengalami depresi yang umumnya dipicu oleh masalah berat disertai gangguan psikotik berupa gangguan pada kemampuan menilai realita.
"Saat perempuan mengalami depresi pascamelahirkan, kemungkinan munculnya gangguan bipolar besar. Hanya mania saja yang belum muncul. Jadi nggak bisa dianggap enteng depresi pascamelahirkan itu," katanya.
Gangguan bipolar, tambah Nurmiati, merupakan suatu gangguan jiwa yang memiliki episode atau klasifikasi berdasarkan keadaan mood atau suasana hati yakni depresi, mania, hipomania, normal dan campuran.
Gejala-gejala gangguan bipolar, kata dia, dapat dikenali melalui sejumlah ciri seperti ekspresi murung, mudah tersinggung, kehilangan rasa senang, konsentrasi dan daya ingat menurun, munculnya pikiran bunuh diri, menarik diri dari kehidupan sosial, serta sulit tidur pada saat depresi.
Penderita gangguan bipolar juga kadang gembira berlebihan, mudah marah, konsentrasi buruk, terlalu percaya diri, kebutuhan tidur kurang, banyak bicara dan energi meningkat. "Kondisi ini umumnya terjadi dalam episode mania," jelas Nurmiati.
Namun, lanjut dia, terkadang penderita gangguan bipolar berpikir optimis tapi tidak realistis. Selain itu, gejala seperti pada episode mania muncul, tapi lebih ringan dan waktunya lebih pendek. Ini artinya ia mengalami episode hipomania.
Langkah pengobatan bagi penderita gangguan bipolar, menurut Nurmiati, perlu usaha pasien untuk hidup teratur mengikuti psikoterapi, terapi keluarga dan kelompok.
"Gangguan bipolar itu sifatnya kronik. Kapan saja bisa kambuh. Oleh karenanya, pengobatan komprehensif harus terus menerus dilakukan. Saat pengobatan dihentikan, ada risiko gangguan ini bisa kambuh," katanya.