Namun hubungan itu tidak lagi signifikan setelah ada penyesuaian pada faktor-faktor risiko kanker payudara seperti kanker jinak atau sejarah kanker dalam keluarga, yang juga berhubungan dengan jumlah tahi lalat.
Kedua studi itu tidak menunjukkan bahwa tahi lalat menyebabkan kanker payudara, tetapi meningkatkan kemungkinan bahwa tahi lalat dipengaruhi oleh hormon reproduksi, yang mungkin terlibat dalam perkembangan kanker payudara.
Temuan itu menunjukkan bahwa jumlah tahi lalat dapat digunakan sebagai penanda risiko kanker payudara. Namun belum jelas apa atau bagaimana informasi ini akan meningkatkan estimasi risiko berdasarkan faktor risiko yang telah diketahui.
Selain itu, seperti dilansir dari PLOS Medicine, ada beberapa kelemahan dalam penelitian tersebut. Salah satunya adalah soal keakuratan akibat keterbatasan data jumlah tahi lalat yang dilaporkan peserta dan peserta studi itu kebanyakan berkulit putih.