Suara.com - Kasus ketiga penyakit Middle East Respiratory Syndrome Corona Virus (MERS-CoV) di Amerika Serikat telah menimbulkan spekulasi apakah virus penyakit tersebut dapat ditularkan melalui jabat tangan atau berdekatan dengan penderita dalam jangka waktu cukup lama.
"Yang kemudian menjadi perhatian penting adalah kasus ketiga ini tidak ada riwayat baru datang bepergian dari jazirah Arab, tidak seperti dua kasus sebelumnya dan hanya pernah bertemu dan melakukan dua kali 'bussiness meeting' (pertemuan bisnis) dengan kasus pertama yang datang dari Riyadh. Dalam 'bussiness meeting' itu mereka berdua bersalaman, berjabatan tangan," ujar Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Litbangkes) Kementerian Kesehatan Prof Tjandra Yoga Aditama di Jakarta, Rabu (28/5/2014).
Kasus pertama di Amerika dilaporkan pada 2 Mei 2014 pada seorang Amerika yang datang dari Riyadh dan kasus kedua juga terjadi pada seorang Amerika yang baru datang dari Jeddah.
Dalam kedua kasus tersebut memang ditemukan virus MERS CoV pada tubuhnya dengan pemeriksaan PCR dan kedua kasus itu telah sembuh dengan baik.
Sedangkan pada kasus ketiga tersebut pada tubuhnya tidak ditemukan virus aktif sehingga menimbulkan dugaan bahwa dia tertular akibat berjabat tangan dengan kasus pertama.
Kasus ketiga juga sembuh dengan sendirinya dan pada tubuhnya ditemukan antibodi pada darahnya dan tidak lagi ditemukan virus aktif.
Kasus ketiga tersebut juga tertular tanpa mengalami gejala-gejala MERS CoV yang berat seperti demam tinggi, flu, batuk maupun sesak napas dan sembuh tanpa bantuan pengobatan. Sehingga diduga penularan melalui jabat tangan itu tidak terlalu berbahaya dibandingkan dengan penularan langsung dari binatang seperti unta.
"Penularan ini tidak berlanjut, tidak ada lagi orang yang bertemu/meeting/bersalaman dengan kasus ketiga yang tertular. Artinya belum ada 'sustained human to human transmission', yang ada adalah 'limited human to human transmission' yang sudah terjadi di Amerika Serikat," ujar Tjandra.
Karena penularan virus antarmanusia masih terbatas maka Badan Kesehatan Dunia (WHO) belum menyatakan MERS CoV sebagai Kedaruratan Kesehatan Masyarakat yang Meresahkan Dunia (Public Health Emergency of International Concern/PHEIC) dan juga belum menyatakannya sebagai pandemia. (Antara)