Suara.com - Semakin meningkat dan bebasnya penjualan obat seperti obat tradisional, suplemen kesehatan, kosmetika dan pangan di internet, ternyata membuat banyak penjual bertindak curang.
Kecurangan ini dapat dilihat dari banyaknya jumlah barang sitaan Badan Pengawas Obat dan Makanan ketika melakukan Operasi Pangea VII yang menyita 868 item terdiri 1.385.440 obat, obat tradisional, supelemen kesehatan, kosmetika, dan bahan pangan ilegal dan juga palsu yang dijual online.
Untuk itu, Kepala Badan POM RI, DR. Roy A. Sparingga, M.App,Sc mengimbau kepada seluruh konsumen untuk tidak mudah percaya pada produk-produk yang dijual secara online.
"Produk yang dijual secara online tidak terjamin keamanan, khasiat atau manfaat dan mutunya, karena tidak dapat dipastikan apakah diproduksi oleh produsen yang resmi atau tidak," ujarnya dalam jumpa pers tentang hasilĀ operasi pangea VII di Jakarta, Senin (256/5/2014).
Roy mengatakan bahwa Badan Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan, lebih dari 50 persen obat yang dijual melalui internet merupakan produk palsu.
Karena sumber yang tidak jelas, lanjut Roy, maka produk tersebut dipastikan beredar tanpa melalui proses regulasi yang benar, dan diduga menggunakan bahan baku tidak berkualitas.
Keadaan tersebut menyebabkan risiko kesehatan yang dapat memicu resistenai obat, kegagalan organ, bahkan kematian.
Bahkan dalam tingkat global, Roy mengatakan, obat yang ditujukan untuk gaya hidup seperti obat disfungsi ereksi dan obat pelangsing sangat tidak terbatas jumlahnya.
Adapun jenis obat yang paling sering dipalsukan, Roy menjelaskan terdiri dari obat golongan antibiotik, antiprotozoa, analgesik, antihistamin, hormon, dan steroid, baik obat paten maupun obat generik.
"Untuk itu, yang harus cerdas adalah konsumen. Jangan mudah terpengaruh dengan iming-iming dan harganya yang murah. Jangan beli obat secara online," tutup Roy.