Suara.com - Jauh sebelum ilmu kedokteran berkembang, masyarakat sudah mengenal pengobatan tradisional dengan menggunakan obat herbal. Dan belakangan, penggunaan obat herbal kembali digalakkan di dunia pengobatan modern.
Bahkan pemerintah secera resmi menerbitkan aturan Keputusan Menteri Kesehatan (Kepmenkes) No. 1109 tahun 2007, yang mengatur pengobatan komplementer dan alternatif.
Kepala Poliklinik Komplementer Alternatif Rumah Sakit Dr. Soetomo, Surabaya, dr Arijanto Jonosewojo, Sp. PD menjelaskan pengobatan komplementer di dunia kedokteran makin berkembang. Pengobatan ini dilakukan dengan menggabungkan pengobatan modern dengan pengembangan non konvensional atau memanfaatkan obat herbal.
Pemakaian herbal, menurut Arijanto, bisa dalam beberapa bentuk, yakni untuk terapi utama, simptomatik, ajuvan atau suportif dan robonesia atau suplemen.
Tentunya, tambah Arijanto, pemakaian obat herbal harus memenuhi kaidah-kaidah tertentu. "Penggunaannya harus tepat, tepat pemakai, tepat obat herbal, tepat dosis dan cara pemberian serta waspada pada efek sampingnya," ujarnya di sela-sela SOHO Global Health Natural Wellness Symposium, Sabtu (5/4/2014) di Jakarta,
Arijanto mengingatkan tidak ada obat yang 100 persen aman. Hampir semua obat memiliki efek samping, begitu juga dengan obat herbal. Bahkan adakalanya sebuah obat herbal cocok pada orang yang satu, belum tentu cocok untuk orang yang lain.
Untuk menghindari efek samping tersebut, masyarakat awam disarankan untuk tetap berkonsultasi pada dokter untuk memastikan penyakitnya.
"Sekarang makin banyak dokter yang menerapkan pengobatan komplementer, sehingga pasien bisa meminta hal itu pada dokter yang bersangkutan," ujarnya.