Suara.com - Sebuah studi yang dipublikasikan Kamis (6/3/2014), menemukan adanya kaitan antara kebiasaan merokok dan penggunaan e-cigarette (rokok elektronik) di kalangan remaja Amerika Serikat (AS). Namun, studi ini tidak memberi jawaban atas pertanyaan penting terkait kesehatan publik, yaitu apakah e-cigarette justru bisa menjadi "gerbang" ke kebiasaan merokok.
Dipublikasikan di jurnal JAMA Pediatrics, studi ini menemukan bahwa di antara mereka yang sebelumnya merokok, kalangan remaja yang juga mencoba e-cigarette tampaknya cenderung sedikit saja yang berhenti merokok, ketimbang mereka yang tak menggunakan produk itu.
Lauren Dutra dan Stanton Glantz, dua peneliti dalam studi ini, yang bukan kebetulan adalah juga penentang e-cigarette, menyimpulkan bahwa "penggunaan rokok elektronik tidak mengurangi, bahkan bisa mendorong penggunaan rokok biasa di kalangan remaja AS". Hanya saja, kalangan pengkritik menilai hasil studi ini tidak bisa disimpulkan demikian.
Dr Michael Siegel, seorang profesor Ilmu Kesehatan Masyarakat di Boston University School of Public Health, yang selama ini dikenal kerap bicara mendukung rokok elektronik, menolak kesimpulan bahwa e-cigarette bisa mengarah pada merokok. Namun, ia mengakui ada korelasi antara rokok elektronik dan kebiasaan merokok dalam studi ini.
"Para penulis (studi ini) tampaknya lebih banyak beropini," ungkap Siegel. "Saya sebaliknya, bisa saja berpendapat bahwa studi ini memperlihatkan betapa para perokok berat itu tertarik memakai rokok elektronik karena mereka memang ingin berhenti," sambungnya.
Studi ini sendiri didanai oleh Institut Kanker Nasional AS, yang dikerjakan oleh Center for Tobacco Control Research and Education di University of California San Francisco. Studi ini berjalan sering rencana Lembaga Makanan dan Obat-obatan (FDA) AS memegang kontrol aturan atas rokok elektronik. Untuk diketahui, produk ini tahun lalu mencatatkan angka penjualan hingga 2 miliar dolar AS (Rp22,9 triliun), yang oleh beberapa analis bahkan diprediksi kelak bisa melampaui pasar tembakau yang ada di angka 80 miliar doar AS (Rp917 triliun).
Studi ini disebut bertujuan untuk memahami lebih jauh hubungan antara penggunaan rokok elektronik, pengguna rokok, serta langkah berhenti merokok, khususnya di kalangan remaja AS. Riset dijalankan menggunakan data dari sekitar 40.000 remaja, yang diambil dari survei National Youth Tobacco yang digelar oleh CDC pada tahun 2011 dan 2012. (Reuters)