Suara.com - Ruang berwarna merah tua mengelilingi sebagian ruangan, dua layar computer, meja kayu, beberapa speaker besar bersanding di sudut kanan dan kiri meja kerja sang musisi hebat, itulah sebuah kotak kedap suara dimana seorang anak muda kelahiran Jakarta berdarah Batak mengerjakan karya-karya gemilang hasil aransemen lagu Batak dengan gaya Viky Sianipar.
Enam belas tahun silam, ketika ayahnya Viky, Monang Sianipar meminta kepadanya untuk dibuatkan aransemen lagu Batak “Anakku Na Burju”. “ Kalau aku bikin lagu Batak, apa kata dunia nanti…bisa malulah aku,” ujar Viky dengan logat bataknya.
Lanjut cerita dengan bujukan dan rayuan ayahnya, akhirnya Viky menerima permintaan untuk mengaransemen dengan bermalas-malasan. “Tak pernah kudengarkan hasil aransemen itu setelah selesai. Tapi ayahku sangat menyukainya. Lagunya itu diputarnya berulang-ulang di kantor dan di mobil”, kata pria penggemar David Foster dan The Beatles.
Pria kelahiran 39 tahun silam ini dari kecil anti Batak namun ia mendapatkan pengalaman spiritual ketika menjelajah di salah satu puncak Danau Toba ia merasakan pertama kalinya bangga sebagai orang Batak.
“Barulah aku mengerti saat ini, mengapa banyak seniman besar lahir dari tempat ini, Danau Toba banyak menginspirasikan manusia-manusia besar Batak, melalui alam yang indah seakan Tuhan memberikan berkat yang luar biasa terhadap orang Batak. Kukira Tuhan hanya tersenyum waktu menciptakan tanah Sunda. Rupanya Dia menciptakan Danau Toba bahkan dengan tawa ceria,” ujarnya.
Menurut Viky lagu Batak tidak pernah salah namun ia menilai bahwa yang salah adalah selama ini aransemen lagu-lagunya oleh karena itu ia mengaransemen lagu-lagu Batak dengan gayanya dan menganggapnya sebagai lagu baru.
Sebagai musisi, Viky tetap menjaga instrument tradisi, gaya asli musik Batak, notasi vokal dan lirik yang dibuat penciptanya. Upaya yang dilakukannya dengan pelestarian musik batak tidaklah statis akan tetapi menyesuaikan dengan kondisi zaman yang serba teknologi, modern dan terus berkembang.
Tidak mudah buat pria yang hobi berolahraga Basket ini, dalam menjalani lika-liku bermusik khususnya dalam aransemen musik Batak, bahkan ada pihak yang menentang seperti musisi, industri musik bahkan masyarakat Batak yang tidak setuju dan menganggap musik Viky Sianipar adalah merusak musik asli Batak.
Ternyata seiring berjalannya waktu, kurang lebih tujuh album lagu aransemen Batak telah diluncurkan Viky untuk generasi muda Batak. Viky melestarikan seni tradisional dengan mempertahankan inovasi dan sentuhan-sentuhan cerdas dan menjaga nilai-nilai tradisional itu tetap diminati oleh generasi muda.
Selama 12 tahun mengenalkan lagu-lagu dengan gaya aransemennya kepada anak-anak muda Batak, ia merasa sudah melihat dan merasakan ada kemajuan dan sudah banyak yang mencintai lagu Batak dengan gaya Viky Sianipar.
Selain itu, sebagai musisi ia mencoba menjaga ritme dalam berkarya dan terus mencoba cara baru dalam mengenalkan musik Batak. Sebagai bapak dua orang anak, Viky memiliki misi pribadi dalam berkarya dan hidupnya yaitu membuat dunia menjadi lebih baik dengan cara memberikan pencerahan kepada dunia melalui musik.
Penggemar buku Harry Potter ini mengaku merasa tidak puas dengan apa yang dihasilkannya saat ini karena targetnya bukan hanya anak-anak muda Indonesia cinta kepada musik daerah namun ia akan mengenalkan musik Batak kepada dunia dengan konser Toba World yang sedang dipersiapkannya.
Foto dan Teks: [Antara/M Agung Rajasa]