Jejak Kejayaan Pala Nusantara

Bernard Chaniago Suara.Com
Senin, 22 Februari 2016 | 09:36 WIB
  • Kebun seluas 166 hektare yang kini dikelola PT Perkebunan Nusantara (PTPN) IX tersebut memproduksi buah pala sejak 1913.
    Kebun seluas 166 hektare yang kini dikelola PT Perkebunan Nusantara (PTPN) IX tersebut memproduksi buah pala sejak 1913.
  • Jejak Kejayaan Pala Nusantara
    Jejak Kejayaan Pala Nusantara
  • Jejak Kejayaan Pala Nusantara
    Jejak Kejayaan Pala Nusantara
  • Jejak Kejayaan Pala Nusantara
    Jejak Kejayaan Pala Nusantara
  • Jejak Kejayaan Pala Nusantara
    Jejak Kejayaan Pala Nusantara
  • Jejak Kejayaan Pala Nusantara
    Jejak Kejayaan Pala Nusantara
  • Jejak Kejayaan Pala Nusantara
    Jejak Kejayaan Pala Nusantara
  • Jejak Kejayaan Pala Nusantara
    Jejak Kejayaan Pala Nusantara
  • Jejak Kejayaan Pala Nusantara
    Jejak Kejayaan Pala Nusantara
  • Jejak Kejayaan Pala Nusantara
    Jejak Kejayaan Pala Nusantara
  • Jejak Kejayaan Pala Nusantara
    Jejak Kejayaan Pala Nusantara
  • Kebun seluas 166 hektare yang kini dikelola PT Perkebunan Nusantara (PTPN) IX tersebut memproduksi buah pala sejak 1913.
  • Jejak Kejayaan Pala Nusantara
  • Jejak Kejayaan Pala Nusantara
  • Jejak Kejayaan Pala Nusantara
  • Jejak Kejayaan Pala Nusantara
  • Jejak Kejayaan Pala Nusantara
  • Jejak Kejayaan Pala Nusantara
  • Jejak Kejayaan Pala Nusantara
  • Jejak Kejayaan Pala Nusantara
  • Jejak Kejayaan Pala Nusantara
  • Jejak Kejayaan Pala Nusantara
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Dikaruniai tanah subur dan sumber daya alam yang melimpah, sejak dulu Indonesia telah dikenal sebagai penghasil tanaman rempah-rempah, salah satunya buah pala (Myristica fragrans).

Ketika rempah-rempah, termasuk pala menjadi komoditas penting dalam perdagangan dunia, negara-negara Eropa seperti Portugis, Spanyol dan Belanda saling berebut untuk menguasai komoditas yang dapat berfungsi sebagai penghangat tubuh tersebut.

Meski tidak setenar dulu, buah pala asal Indonesia masih menjadi primadona rempah-rempah di dunia saat ini. Hal tersebut ditunjukkan masih banyaknya permintaan ekspor buah pala dan produk turunannya dari sejumlah negara lain.

Pala dipercaya dapat mengobati beberapa jenis gangguan kesehatan mulai dari masuk angin, hingga diabetes. Meskipun kini dunia pengobatan telah berkembang ke era yang lebih modern, manfaat pala sebagai obat herbal masih sangat diminati bahkan di Eropa.

Berdasarkan data dari Kementerian Perdagangan, perkembangan ekspor pala dunia pada tahun 2014 tercatat mencapai 650,64 juta dolar AS atau naik sebesar 2,78 persen dibandingkan dengan ekspor pala pada 2013 yang sebesar 633,02 juta dolar AS.

Di salah satu bagian kaki Gunung Ungaran, tepatnya di Kebun Ngobo, Afdeling Gebugan, Bergas, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, si legendaris buah pala masih menjadi komoditas yang terus diproduksi. Kebun seluas 166 hektare yang kini dikelola PT Perkebunan Nusantara (PTPN) IX tersebut memproduksi buah pala sejak 1913.

Setiap pagi sebanyak 60 buruh yang merupakan warga sekitar kebun memanen buah pala yang telah berumur empat hingga lima bulan. Dengan cekatan dan keahlian yang mumpuni, para buruh tersebut memanjat pohon pala berketinggian 15 hingga 20 meter.

Dengan menggunakan alat pengait dan bambu panjang, para buruh memetik buah pala yang juga banyak ditanam di Kepulauan Banda, Maluku, dan Papua. Setelah buah pala dipisahkan dari kulitnya, dikeringkan hingga mencapai kadar air 20 persen. Pengeringan bisa dilakukan dengan menggunakan hawa panas dari tungku kayu bakar atau di bawah sinar matahari.

Biji-biji pala kering kemudian dihancurkan dan dimasukkan ke dalam ketel uap untuk diproses secara kondensasi. Dari pipa kondensor (pendingin) akan menetes minyak dan air hasil penyulingan. Air dan minyak yang menetes dalam 'florentine flask' dipisahkan dengan membuka kran alat pemisah minyak utama dan pemisah minyak tambahan.

Setiap bulan perkebunan dan pabrik yang berada di ketinggian 700 meter di atas permukaan laut (MDPL) ini menghasilkan rata-rata dua ton biji pala dan 500 hingga 600 liter minyak atsiri. Dari hasil olahan tersebut, minyak pala dijual sebagai bahan baku industri obat-obatan, parfum, dan kosmetik.

REKOMENDASI

TERKINI