Suara.com - Jeneponto adalah salah satu kabupaten di Sulawesi Selatan, sekitar 95 km dari Makassar, yang dikenal dengan nama Bumi Turatea, terkenal dengan julukan kota Kuda. Tidak sekedar menjadi alat transportasi, namun kuda sudah menjadi bagian keseharian masyarakat, gaya hidup, juga simbol status seseorang bermasyarakat. Tak heran semua rumah tangga memiliki kuda sebagai hewan peliharaan.
Ada kebiasaan unik yang diadakan masyarakat Jeneponto untuk menguji kehebatan kuda peliharaan mereka, yaitu dengan pacu kuda tradisional atau dalam bahasa setempat “Pa' lumba Jarang” yang di gelar setiap hari Minggu. Pacu kuda itu berlangsung di Kampung Beru Kelurahan Empoang Selatan lokasinya berada di tengah kota Jeneponto.
Lintasan pacuan sepanjang 600 meter tergolong sangat sederhana dan di bangun atas dasar inisiatif warga yang gemar dengan aktivitas pacuan kuda, khususnya para pria yang menjadikannya sebagai atraksi hiburan.
Uniknya juga pacuan kuda itu selalu menggunakan joki anak-anak atau joki cilik yang berumur sekitar 8 hingga 17 tahun. Kuda yang mereka gunakan berlaga kebanyakan adalah milik warga yang ingin menguji kudanya. Meski hanya dengan menggunakan peralatan seadanya seperti helm standar untuk kendaraan bermotor dan sandal, mereka terampil dan mahir menunggangi kuda-kuda pacunya.
Salah satu dari mereka yang berani adalah Aldi, pelajar kelas III salah satu Sekolah Menengah Kejuruan di Jeneponto. Menjadi joki sejak umur 10 tahun meneruskan bakat dari bapak dan kakeknya yang juga menjadi guru baginya mengenai pengetahuan berbagai hal tentang kuda. Aldy adalah salah satu joki favorit warga dan pemilik kuda di sana, hampir di setiap laga Aldy menjadi pemenang.
Menjadi joki cilik adalah sebuah kebanggaan bagi mereka dan keluarganya yang beberapa di antaranya keahlian menunggang kuda pacu telah diwarisi turun temurun. Ketakutan akan terjatuh atau terluka jarang terlintas di pikiran para joki cilik ini, yang terpenting bagi mereka adalah bisa ikut berlaga dan menjadi juara.
Foto dan Teks: [Antara/Dewi Fajriani]