Suara.com - Kisruh mengenai nasab Ba'alawi atau habib di Indonesia belakangan menjadi isu yang cukup panas.
Banyak pihak belakangan mempertanyakan kebenaran tentang keturunan Rasulullah Muhammad SAW yang diklaim oleh sejumlah habib di Indonesia.
Di samping pihak yang meragukan, tak sedikit pula yang mendukung para Ba'alawi karena dianggap keturunan lansung Nabi Muhammad yang harus dicintai.
Konflik sosial dan identitas ini belakangan memanas dengan munculnya Perjuangan Walisongo Indonesia (PWI) Laskar Sabilillah di sejumlah daerah, yang mendukung pengungkapan polemik nasab Ba'Alawi para Habaib.
Kondisi ini tak hanya menimbulkan ketegangan antar kelompok, tapi juga meresahkan masyarakat luas yang mendambakan kerukunan umat.

Kasus ini sendiri sebenarnya mulai panas setelah terbitnya buku dari KH Imaduddin Utsman.
Dalam bukunya, KH Imaduddin meragukan keabsahan nasab kelompok Ba'alawi sebagai dzurriyah Nabi Muhammad SAW.
Kisruh ini pun kemudian ditanggapi oleh Gus Miftah. Menurut mantan utusan presiden bidang kerukunan beragama dan pembinaan sarana keagamaan ini masalah ini sebenarnya bisa diatasi bila kedua belah pihak mau duduk bersama.
"Masalah ini jadi rumit bukan karena kontennya, tapi karena cara menyampaikannya. Saya pribadi tidak mempermasalahkan perbedaan pendapat. Tapi kalau sudah masuk ke ranah publik dan jadi provokasi, ya harus ada yang menengahi," ujar Gus Miftah kepada wartawan di Jakarta, Selasa (8/4/2025).
Baca Juga: Beda Adab Letkol Teddy Bertemu Gus Miftah dan Ustaz Adi Hidayat, Ada yang Cium Tangan
Gus Miftah melihat perlunya pendekatan persuasif dan ruang dialog agar dua kubu yang berseteru ini bisa kembali berdamai dan menjunjung ukhuwah islamiyah.
"Kita ini bangsa besar. Perbedaan itu hal biasa. Tapi kalau sudah menyentuh fanatisme dan sektarianisme, lalu diperkuat dengan politik identitas, itu yang berbahaya," katanya.
"Kalau konflik ini tidak segera diakhiri, kita bisa kehilangan banyak hal," imbuh sahabat Deddy Corbuzier ini menambahkan.
Gus Miftah berharap masalah ini tidak berlarut dan pihak-pihak yang berseberangan bisa menerima perbedaan dan mengedepankan perdamaian.
Gus Miftah juga mengingatkan bahwa agama tidak boleh dijadikan alat untuk meraih kekuasaan ataupun dominasi kelompok.
"Tidak bisa dibenarkan kalau agama digunakan sebagai alat politik. Apalagi untuk menjatuhkan kelompok lain," ucap Gus Miftah.

"Nabi Muhammad saja tidak pernah mengajarkan begitu. Dakwah beliau itu rahmatan lil alamin, bukan untuk menyingkirkan yang lain," tuturnya menyambung.
Menurut Gus Miftah, solusi utama terletak pada pendidikan dan keadilan sosial.
Dia menilai bahwa akar dari fanatisme dan konflik sektarian kerap kali muncul dari ketimpangan akses terhadap pendidikan dan ekonomi.
"Kita harus perbaiki pendidikan, ekonomi, dan keadilan. Kalau orang lapar, nganggur, dan tidak terdidik, gampang sekali dikompori," katanya.
"Tapi kalau perut kenyang dan pikiran terbuka, mereka akan menolak ajakan-ajakan yang menyesatkan," ujar Gus Miftah.
Isu nasab Ba'alawi juga sebelumnya sempat diramaikan oleh Rhoma Irama. Si Raja Dangdut bahkan mengundang sejumlah tamu di siniarnya, khusus membahas klaim Ba'alawi ini.
Di siniarnya, Rhoma Irama mengundang tokoh seperti Islah Bahrawi, KH. Ubaidillah Tamam Munji, Profesor Anhar Gonggong, Raden Dibyo Laksmono, KH. Syarif Rahmat, Rumail Abbas, hingga Kiai Imaduddin.
Banyak yang memuji isi podcast atau siniar Rhoma Irama. Namun tak sedikit pula yang menghujatnya.
Bahkan gara-gara Rhoma Irama getol membahas nasab para Ba'alawi, membuat hubungannya dengan Habib Rizieq Shihab yang selama ini dekat, jadi merenggang.
Rhoma Irama juga dituding telah didanai seseorang atau kelompok untuk meramaikan isu ini. Namun soal ini, pemilik hits "Judi" ini dengan tegas membantahnya.
"Saya informasikan, pergerakan perjuanagan saya melalui bakat saya dari 1977 sampai detik ini, tidak pernah ada orang-orang yg menggunakan saya, mendanai saya. Dari 1977 sampai detik ini semata-mata lillahi taala, demi Indonesia," ucap Rhoma Irama.