Suara.com - Pabrik Gula menjadi salah satu film horor Indonesia yang ramai diperbincangkan, bahkan sejak sebelum penayangannya.
Diangkat dari thread viral karya Simpleman, Pabrik Gula menceritakan tentang teror mencekam di pabrik tua yang menyimpan rahasia menakutkan.
Tidak hanya membawa nuansa mistis dari budaya lokal, Pabrik Gula juga menuai kontroversi di berbagai aspek.
Mulai dari pemasaran yang dianggap tidak pantas, keraguan akan keaslian cerita, hingga casting yang memicu perdebatan.
Berikut adalah empat kontroversi utama yang melingkupi film "Pabrik Gula."
1. Poster Promosi Dinilai Terlalu Vulgar

Salah satu kontroversi awal yang menyelimuti film ini muncul bahkan sebelum penayangannya yakni dari desain poster resmi.
Poster awal yang dirilis oleh tim promosi dianggap terlalu vulgar oleh sebagian masyarakat.
Tidak hanya menampilkan adegan yang berani, poster mengandung elemen cerita yang seharusnya menjadi plot twist, atau kejutan utama dalam film.
Pengungkapan bagian cerita yang terlalu dini tentunya mengurangi unsur kejutan dan ketegangan yang seharusnya menjadi daya tarik utama dalam film horor.
Baca Juga: Retake 29 Kali, Totalitas Akting Erika Carlina di Pabrik Gula Dipertanyakan
Sejumlah warganet juga menilai bahwa strategi promosi seperti ini lebih mengandalkan sensasi daripada kualitas cerita.
2. Keaslian Cerita Simpleman Dipertanyakan

Sama seperti KKN di Desa Penari, film arahan Awi Suryadi ini diadaptasi dari cerita yang ditulis oleh Simpleman di media sosial X (dulu Twitter).
Meski karyanya sering diklaim sebagai kisah nyata, banyak pihak mulai mempertanyakan keaslian cerita Pabrik Gula.
Muncul dugaan bahwa cerita tersebut hanyalah karangan fiksi yang dibungkus seolah-olah nyata untuk meningkatkan daya tarik.
Beberapa pengguna media sosial bahkan meyakini bahwa Simpleman hanyalah bagian dari strategi pemasaran industri film horor.
Tujuannya tentu saha menciptakan "kengerian viral" agar kisah yang akan difilmkan mendapatkan eksposur besar di media sosial sebelum rilis.
Dugaan bahwa dia merupakan penulis bayaran semakin menambah keraguan atas keautentikan cerita yang diklaim berdasarkan kejadian nyata tersebut.
3. Formula Cerita Plek Ketiplek KKN di Desa Penari

Banyak yang menilai bahwa formula penceritaan Pabrik Gula terlalu mirip dengan KKN di Desa Penari.
Dari struktur narasi, jenis konflik, hingga karakteristik tokohnya, film ini dianggap hanya mengganti lokasi dan karakter tanpa memberikan inovasi baru.
Ini membuat sebagian penonton merasa bahwa mereka sedang menyaksikan versi lain dari KKN di Desa Penari, hanya dengan bumbu berbeda.
Menariknya, cerita asli Pabrik Gula sebenarnya dipublikasikan Simpleman lebih dulu sebelum KKN di Desa Penari.
Namun, karena filmnya rilis setelahnya, banyak yang menilai ini sebagai bentuk upaya pengulangan kesuksesan, bukan eksplorasi cerita baru.
Walau ada sedikit perkembangan dalam hal bahasa dan elemen komedi, hal itu dianggap belum cukup untuk membedakan film ini secara signifikan.
4. Performa Akting Erika Carlina Jadi Sorotan

Kontroversi berikutnya datang dari aspek akting, terutama terkait penampilan Erika Carlina sebagai Naning.
Awi Suryadi memuji totalitas Erika dalam sebuah adegan one shot berdurasi tiga menit yang harus diambil ulang sebanyak 29 kali.
Alih-alih kagum, banyak warganet justru mempertanyakan kualitas akting dari influencer sekaligus mantan model tersebut.
Ada yang menganggap banyaknya retake justru menandakan kurangnya kemampuan akting dan bukan sesuatu yang patut dibanggakan.
Kritikan juga diarahkan kepada keputusan casting yang lebih mengandalkan influencer atau selebritas media sosial dibanding aktor profesional.
Terlepas dari sederet kontroversi di atas, Pabrik Gula menjadi film Lebaran 2025 dengan jumlah penonton terbanyak untuk saat ini.
Film garapan MD Pictures ini telah meraup lebih dari 2,5 juta penonton sejak penayangannya pada 31 Maret 2025.
Namun, apakah pencapaian ini juga mencerminkan kualitas? Jawabannya tentu bergantung pada selera dan ekspektasi masing-masing penonton.
Kontributor : Chusnul Chotimah