Suara.com - Publik lagi-lagi dikejutkan oleh kebijakan pemerintah yang bersinggungan langsung dengan rakyat.
Kementerian Pertahanan (Kemenhan) RI menyebut Tentara Nasional Indonesia (TNI) akan melakukan operasi informasi dan disinformasi untuk menanggulangi ancaman kedaulatan negara di ruang siber.
Menurut keterangan Kepala Biro Infohan Setjen Kemenhan, Brigjen TNI Frega Ferdinand Wenas Inkiriwang, target sasaran operasi adalah pihak-pihak yang diduga ingin melemahkan kepercayaan publik terhadap institusi pertahanan dan pemerintah.
"Yang berpotensi memecah belah bangsa," ujarnya pada Minggu (23/3/2025).
Lebih lanjut, Frega menjelaskan bahwa mereka yang masuk kategori tersebut adalah para penyebar hoaks serta pihak-pihak yang memutarbalikkan fakta.
![Tangkap Layar [Youtube Rhenald Kasali]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2024/12/17/28655-pandji-pragiwaksono.jpg)
Frega menjamin, mereka yang ingin menyampaikan kritik ke pemerintah tidak akan jadi target operasi militer di ruang siber.
"Kritik harus ada, dan ditumbuhkembangkan dalam sebuah masyarakat demokrasi," kata dia.
Operasi militer di ruang siber sendiri masuk dalam ketentuan baru UU TNI yang disahkan 20 Maret lalu, sebagai respons terhadap dinamika ancaman global buntut perkembangan teknologi.
Kebijakan operasi militer di ruang siber langsung menuai reaksi keras di kalangan masyarakat, yang meyakini bahwa kelak para pengkritik pemerintah di media sosial akan terkena dampaknya juga.
Baca Juga: Profil Rizky Prasetya Pemenang SUCI 11, Sudah Pengalaman 13 Tahun!
Beberapa pelaku industri hiburan Tanah Air yang dikenal vokal pun ikut menyuarakan keresahan mereka terkait operasi militer di ruang siber.
Dimulai dari komika Pandji Pragiwaksono, yang dalam tulisannya di X cuma menuliskan reaksi singkat terhadap kebijakan baru Kemenhan di dunia maya.
"Wew," tulis Pandji Pragiwaksono, Rabu (26/3/2025) sambil menyertakan gambar bergerak dirinya bertuliskan, 'Do I really have to explain this?'.
Suara sumbang juga datang dari Baskara Putra atau Hindia, yang menyebut operasi militer di ruang siber sebagai upaya gamblang pemerintah membungkam kritik.
"Ini mah bukan spekulasi lagi kalau bakal balik ke Orba (Orde Baru)," keluh Baskara Putra, juga melalui X hari ini.
Baskara Putra pun memberikan dukungan penuh terhadap aksi demonstrasi lanjutan untuk menyuarakan pencabutan UU TNI baru pada Kamis (27/3/2025) besok.

Dalam unggahan lain, Baskara Putra menampilkan ulang seruan untuk masyarakat beramai-ramai turun ke jalan lagi besok.
"Militerisme dan oligarki semakin mengancam demokrasi kita. Revisi UU TNI membuka jalan bagi militer masuk ke ranah sipil, bertentangan dengan amanat reformasi yang menegaskan supremasi sipil. Mari turun ke jalan, desak bersama," demikian bunyi potongan seruan demonstrasi yang Baskara Putra unggah ulang dari akun X @barengwarga.
Sebagai informasi, pengesahan UU TNI baru sendiri sebelumnya sudah memicu kontroversi di kalangan masyarakat lewat 3 revisi pasal.
Ketentuan yang dimaksud adalah Pasal 3 tentang Kedudukan TNI dalam Struktur Pemerintahan, Pasal 47 tentang Penempatan Prajurit Aktif di Jabatan Sipil, dan Pasal 53 tentang Perpanjangan Usia Pensiun Prajurit TNI.
Penerapan revisi Pasal 3 dan Pasal 47 UU TNI dikhawatirkan bakal menimbulkan lagi kebijakan dwifungsi TNI seperti di era Orde Baru.
Selain itu, revisi Pasal 47 UU TNI juga disebut dapat mengacaukan rekrutmen Aparatur Sipil Negara (ASN). Mengingat perubahan ketentuan dalam pasal memungkinkan prajurit TNI aktif menduduki jabatan sipil sampai di 15 kementerian atau lembaga non militer.
Ada juga Pasal 53 RUU TNI yang menjadi perhatian, karena mengatur perpanjangan usia pensiun prajurit TNI. Perubahan kebijakan menimbulkan perdebatan mengenai efektivitas dan kesiapan prajurit dalam menjalankan tugas di usia lanjut.
Di luar pasal-pasal yang dipermasalahkan, isu transparansi juga menyertai pengesahan UU TNI baru karena rapat pembahasannya digelar tertutup.