10 Poin Anies Baswedan soal Revisi UU TNI, Gibran Rakabuming Di Mana?

Minggu, 23 Maret 2025 | 12:45 WIB
10 Poin Anies Baswedan soal Revisi UU TNI, Gibran Rakabuming Di Mana?
Gibran Rakabuming Raka - Anies Baswedan (Instagram/X)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Terjungkal di Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 tidak membuat Anies Baswedan terlepas dari kisruh yang terjadi di pemerintahan.

Pertanyaan terkait Revisi UU TNI yang kontroversial dilayangkan kepada Anies baru-baru ini.

Meski mantan calon presiden Republik Indonesia ini bersua ke Yogyakarta untuk mengisi kajian intelektual Muslim di salah satu kampus swasta.

"0/ Dalam diskusi di UII Yogyakarta tadi ada yang menanyakan pada saya terkait Revisi UU TNI," tulis Anies Baswedan dalam unggahan di X, dilansir Suara.com pada Sabtu (22/3/2025).

Alih-alih menolak untuk menanggapi, Anies justru hadir dengan 10 poin yang jelas dan mudah dipahami.

Poin-poin tersebut dituliskan satu per satu mengiringi cuitan di atas.

"Saya bagikan di sini poin-poin pentingnya ya," jelas Anies.

Pada poin pertama dan kedua, Anies memberi pandangan mengenai kemurnian tugas dan profesinalitas dari TNI (Tentara Nasional Indonesia).

Menurut Anies, disahkannya RUU berpotensi mengalihkan TNI dari tugas utama yang mereka miliki.

Baca Juga: Kembalikan Jumlah Penerima Seperti Era Anies, Pramono Janji Cairkan KJP Sebelum Lebaran

"1/ Revisi UU TNI yang baru disahkan menimbulkan banyak pertanyaan. Apakah ini benar-benar membawa perbaikan atau malah membuka ruang bagi tantangan baru? Ini adalah tentang menjaga profesionalitas TNI dan kemurnian demokrasi," tulis Anies Baswedan.

"2/ Kita semua ingin TNI yang kuat, profesional, dan fokus pada tugas utamanya: menjaga pertahanan dan kesatuan negara. Jangan sampai revisi ini justru membebani TNI dengan tugas-tugas baru yang bisa mengalihkan dari fokus utamanya," sambung mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia ini. 

Kemudian mengirigi poin ketiga dan keempat, Anies Baswedan melempar pernyataan yang menarik, mengenai promosi jabatan di tubuh TNI.

Sebagai seseorang yang berpengalaman di tubuh pemerintahan, Anies mewakili keresahan sekaligus harapan-harapan dari publik.
 
"3/ Salah satu yg jadi perhatian: proses revisi ini berjalan sangat cepat. Publik sulit mengakses draf finalnya, forum diskusi pun minim. Kalau kebijakan dibuat terburu-buru, bagaimana memastikan hasilnya benar-benar baik bagi negara dan utamanya bagi TNI sendiri? 4/ Jika revisi ini bertujuan memperkuat TNI, kita harus pastikan ada rambu- rambu hukum yang jelas. Apa mekanisme pengamannya? Bagaimana memastikan bahwa perubahan ini tidak akan membawa dampak di luar niat awal pembuat kebijakan?" tanda Anies Baswedan.

"5/ Selain itu, apakah revisi ini menyelesaikan masalah di internal TNI? Salah satu tantangan besar di TNI adalah meritokrasi dalam jenjang karier. Kita ingin tentara-tentara terbaik mendapat promosi karena prestasi, bukan karena faktor non meritokratik," jelasnya kemudian.

Faktor non meritokratik sendiri bisa dipahami sebagai lawan dari faktor meritokratik.

Faktor meritokratik sejalan dengan yang disampaikan Anies Baswedan sebelumnya, yaitu mengenai kenaikan jabatan yang jelas-jelas berdasarkan prestasi yang empunya.

Belum selesai dengan lima poin di atas, poin keenam hingga ke-10 yang disampaikan oleh Anies Baswedan soal Revisi TNI adalah: 

  • 6/ Kita semua ingin melihat TNI yang makin profesional, kuat, dan dihormati, baik di dalam negeri maupun internasional. Seluruh rakyat mencintai TNI yg profesional dan berpihak pada rakyat. Maka justru karena itu, kebijakan ini harus dikawal dengan hati-hati.
  • 7/ Bung Karno pernah bicara: Angkatan perang jangan masuk dan terlibat politik. Jend. Soedirman, seberapapun tak setuju dengan keputusan pemerintah, selalu mendukung kewenangan pemerintah yg sah dan berfokus pada penguatan kemampuan utama TNI. Ini adalah warisan yang harus kita jaga.
  • 8/ Indonesia kini telah menempuh perjalanan panjang dalam menjaga kemurnian demokrasi. Proses revisi UU TNI ini perlu dipandang bukan sekadar satu kebijakan hukum, tapi bagian dari ikhtiar besar kita dalam membangun negara yang kuat dan demokratis.
  • 9/ Maka, keputusan sebesar ini perlu kehatihatian. Buka lah ruang diskusi yang lebih luas, saksama, dan partisipatif. Mari diskusikan bersama rakyat, di kampus, di pasar, di warkop. Karena TNI adalah milik rakyat dan bagian dari rakyat. Biarkan rakyat di mana-mana boleh ikut membahas.
  • 10-end/ Semua ini perlu kita lakukan demi TNI yang lebih kuat, lebih profesional, makin dihormati dan makin dicintai. Dan semua ini demi Indonesia yang lebih kuat, lebih stabil, dan tetap berpegang teguh pada nilai-nilai keadilan dan demokrasi

Bila melihat poin-poin di atas, ada satu pernyaataan menarik yang menyiratkan pesan kepada publik untuk tidak berdiam diri.

Anies Baswedan berpesan agar publik terus membuka ruang diskusi tanpa harus memberi sekat, baik itu berdasarkan perbedaan kepentingan maupun golongan.

Tanggapan yang kemudian  dijabarkan Anies Baswedan dalam 10 poin di atas sebenarnya menuai reaksi yang beragam.

Namun ada satu reaksi yang tidak bisa diabaikan untuk disematkan.

Reaksi tersebut adalah sebuah perbandingan antara seorang Anies Baswedan dan Gibran Rakabuming Raka.

"'Udah ketok palu baru bersuara'. Lupa kah lu pada? Dia bukan siapa-siapa woy. Kaga ada power ini orang. Lagian 10 poin yang ditulis tuh bener semua. Sesuai apa yang diresahkan masyarakat. Coba lu pada inget-inget ketika Gibran ditanya tentang ini? Kabur dia," komentar salah satu warganet.

Peristiwa kaburnya Gibran ini diduga berkaitan dengan unggahan tidak relevan yang dibagikan suami Selvi Ananda tersebut.

Kala rakyat berjuang menolak Revisi UU TNI, Wakil Presiden RI disibukkan dengan promosi AI di media sosial. Lantas, apa yang akan terjadi selanjutnya?

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI