Eks Ketua MK Bahas Transparansi RUU TNI, Fedi Nuril Langsung Bereaksi

Jum'at, 21 Maret 2025 | 13:38 WIB
Eks Ketua MK Bahas Transparansi RUU TNI, Fedi Nuril Langsung Bereaksi
Fedi Nuril saat berkunjung ke kantor Suara.com terkait promo film 1 Imam 2 Makmum, Kamis (12/12/2024) [Hyoga Dewa Murti]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Pengesahan Rancangan Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI) menjadi undang-undang pada Kamis (20/3/2025) kemarin masih mendapat sorotan tajam dari masyarakat.

Aksi penolakan bahkan terjadi lewat unjuk rasa kelompok mahasiswa di Jakarta dan beberapa daerah lain, dan sempat berlangsung panas karena gesekan dengan aparat.

Keresahan masyarakat terhadap pengesahan RUU TNI bukan tanpa sebab. Muncul kekhawatiran tentang adanya upaya menghidupkan lagi dwifungsi TNI seperti di era Orde Baru.

Padahal menurut eks Ketua Mahkamah Konstitusi RI, Jimly Asshidiqqie, pengesahan RUU TNI jadi undang-undang sudah dilakukan sesuai prosedur.

"UU TNI disahkan DPR dalam sidang paripurna yang dihadiri wakil pemerintah," tulis Jimly Asshidiqqie di akun X miliknya kemarin.

Jimly Asshiddiqie juga melihat tidak ada masalah dari draf RUU TNI, yang kini sudah resmi jadi undang-undang.

"Dari segi isinya, UU ini tidak ada masalah seperti yang banyak disalahpahami dan dikaitkan dengan dwifungsi TNI seperti era Orde Baru," papar Jimly Asshidiqqie.

Kegaduhan di kalangan masyarakat, menurut Jimly Asshiddiqie, cuma dipicu masalah keterbukaan pemerintah tentang muatan pasal-pasal UU TNI yang diperbarui.

"Ribut-ribut soal ini cuma tentang cara dan timing pembahasan, serta komunikasinya ke publik yang terkesan kurang," kata Jimly Asshidiqqie.

Baca Juga: Ramai Demo Tolak RUU TNI, Wapres Gibran Malah Pamer Video AI di Instagram

Pernyataan Jimly Asshidiqqie soal kurang terbukanya pemerintah ke masyarakat tentang isi revisi UU TNI langsung direspons pihak-pihak yang sejak beberapa hari lalu aktif menyuarakan kritik.

Termasuk salah satunya Fedi Nuril, yang menyinggung tidak adanya dokumen RUU TNI di laman resmi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI.

"Kepada Prof. @JimlyAs, sampai dengan UU TNI disahkan, @DPR_RI tidak mengunggah 'Rancangan Peraturan Perundang-undangan' TNI di laman resminya," keluh Fedi Nuril lewat sebuah tulisan di X, di hari yang sama.

Fedi Nuril setelahnya mempertanyakan kemungkinan DPR RI melanggar ketentuan tentang pembentukan undang-undang atas dugaan ketidakterbukaan tersebut.

"Apakah menurut Prof. Jimly, DPR telah melanggar Pasal 96 ayat (4) UU No. 13 Tahun 2022 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan?" tanya Fedi Nuril.

Pasal 96 ayat (4) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2022 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan sendiri memuat ketentuan tentang hak masyarakat atas akses yang mudah terhadap naskah akademik, dan atau rancangan peraturan perundang-undangan.

Hal itu dianggap bertolak belakang dengan fakta di lapangan, di mana peserta rapat RUU TNI di Hotel Fairmont, Jakarta pada 14 dan 15 Maret lalu enggan berbagi informasi seusai kegiatan.

"Tidak transparan. Ditanya wartawan pembahasannya apa, tidak dijawab. Ini masih sama aja kayak kemarin-kemarin," keluh Fedi Nuril sebelumnya.

Sebagai informasi, ada 5 pasal yang memicu kontroversi di kalangan masyarakat dalam revisi UU TNI yang baru disahkan.

Ketentuan yang dimaksud adalah Pasal 3 tentang Kedudukan TNI dalam Struktur Pemerintahan, Pasal 7 tentang Penambahan Tugas Operasi Militer Selain Perang, Pasal 47 tentang Penempatan Prajurit Aktif di Jabatan Sipil, Pasal 53 tentang Keterlibatan TNI dalam Penanggulangan Terorisme dan Pasal 71 tentang Perpanjangan Usia Pensiun Prajurit TNI.

Selain dwifungsi TNI, revisi Pasal 47 UU TNI juga disebut dapat mengacaukan rekrutmen Aparatur Sipil Negara (ASN).

Perubahan ketentuan dalam pasal tersebut memungkinkan prajurit TNI aktif menduduki jabatan sipil sampai di 15 kementerian atau lembaga non militer.

Ada juga Pasal 71 dalam RUU TNI yang menjadi perhatian, karena mengatur perpanjangan usia pensiun prajurit TNI.

Perubahan kebijakan tersebut menimbulkan perdebatan mengenai efektivitas dan kesiapan prajurit dalam menjalankan tugas di usia lanjut.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI