Suara.com - Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) resmi mengesahkan revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI) dalam rapat paripurna hari ini, Kamis (20/3/2025).
Pengesahan ini menuai berbagai tanggapan, termasuk dari musisi dan aktivis Baskara Putra, yang dikenal dengan nama panggung Hindia.
Melalui akun X pribadinya, Baskara Putra mempertanyakan urgensi pengesahan RUU kontroversial tersebut.
"Beneran sah nih?" tanya Baskara Putra, mencerminkan keraguannya terhadap proses dan alasan di balik pengesahan undang-undang tersebut.
Sebagai bentuk perlawanan terhadap pengesahan RUU TNI, Baskara Putra juga mengajak masyarakat untuk aktif menyebarluaskan momen aksi demo yang menentang langkah DPR RI hari ini.
"Penting. Sebar footage dan keadaan hari ini ke jurnalis luar atau internasional. Bombardir terus seharian penuh," kata Baskara Putra.
Dia berharap ini bisa menarik perhatian media internasional terhadap situasi di Indonesia, sehingga tekanan global dapat mempengaruhi kebijakan pemerintah terkait RUU TNI.
Baskara Putra turut menyarankan bentuk protes lain di lapangan, dengan tidak memberikan akses kepada pejabat yang menggunakan pengawalan khusus di jalan raya.
"Saran gue sih, hari ini kalau ada mobil pakai pengawalan dan tetot-tetot di jalan, nggak usah dikasih lewat," ajak Baskara Putra, yang diharapkan bisa mencerminkan ketidakpuasan terhadap elit politik dan militer yang tidak peka terhadap aspirasi rakyat
Baca Juga: Dianggap Bukan Hal Baru, Arie Kiriting Soroti Visi dan Misi Ifan Seventeen Sebagai Dirut PFN
Sebelumnya, Fedi Nuril lebih dulu bersuara lewat tulisan di X soal pembahasan RUU TNI yang kontroversial.
Pertama, Fedi Nuril mempertanyakan esensi rapat Panitia Kerja (Panja) Komisi I DPR dan pemerintah di Hotel Fairmont, Jakarta pada 14 dan 15 Maret.
"Rapat digelar tertutup di hotel dan sampai malam. Katanya efisiensi?" tanya Fedi Nuril.
Kedua, sikap bungkam para peserta rapat saat akan meninggalkan lokasi juga dianggap Fedi Nuril jauh dari komitmen Presiden Prabowo Subianto soal transparansi penyelenggaraan negara.
"Tidak transparan. Ditanya wartawan pembahasannya apa, tidak dijawab. Ini masih sama aja kayak kemarin-kemarin," keluh Fedi Nuril.

Tak berhenti sampai di situ, Fedi Nuril di unggahan lain menampilkan data bahwa RUU TNI tidak masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) yang disepakati DPR RI.
"Rapat maraton di hotel mewah, tapi gue bahkan tidak menemukan RUU TNI masuk ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2025," beber Fedi Nuril.
Pada November 2024 lalu, DPR RI mengumumkan daftar RUU yang masuk Prolegnas 2025. Diantaranya yang cukup populer seperti RUU Penyiaran, RUU Perlindungan Konsumen hingga RUU Perlindungan Saksi dan Korban.
Sementara dari usulan Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, ada RUU Hak Cipta yang diharapkan bisa menyudahi kekisruhan para penyanyi dengan pencipta lagunya.
Namun dari penjelasan beberapa pengguna X, RUU TNI baru masuk daftar Prolegnas 2025 pada Februari lalu atas permintaan Prabowo Subianto.
Kritik serupa turut datang dari berbagai kalangan, termasuk Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan.
Mereka menilai, RUU TNI berpotensi mengembalikan dwifungsi TNI seperti pada era Orde Baru.
Selain itu, revisi Pasal 47 RUU TNI juga disebut dapat mengacaukan rekrutmen Aparatur Sipil Negara (ASN).
Kritik yang disampaikan oleh Baskara Putra dan berbagai elemen masyarakat mencerminkan kekhawatiran terhadap arah reformasi sektor keamanan di Indonesia.
Penting bagi pemerintah dan legislatif untuk mendengarkan aspirasi masyarakat dan memastikan bahwa setiap kebijakan yang diambil sejalan dengan prinsip demokrasi dan hak asasi manusia.
Transparansi dalam proses legislasi dan keterlibatan publik juga menjadi kunci untuk mencapai kebijakan yang adil, dan dapat diterima oleh seluruh lapisan masyarakat.