Suara.com - Komika Arie Kriting turut menyoroti kasus yang menimpa seorang pria bernama Rizkil Wathoni asal Lombok Utara. Ia tewas akibat gantung diri di rumahnya pada Senin (17/3/2025) kemarin.
Rizkil diduga menjadi korban pemerasan senilai Rp 90 juta oleh oknum polisi. Ia pun depresi akibat tidak mampu membayar dan diteror terus-menerus. Padahal, permasalahan awal sudah selesai.
Kasus itu juga diduga menjadi pemicu insiden pembakaran Polsek Kayangan, Lombok Utara, oleh warga setempat di hari meninggalnya Rizkil.
Kematian Rizkil Wathoni rupanya meninggalkan duka di hati Arie Kriting. Ia turut patah hati setelah membaca kronologi meninggalnya ASN PPPK Dinas PUPR Kabupaten Lombok Utara itu.
"Rizkil Wathoni (emoji menangkup tangan). Duh, patah hati sekali membaca kronologi kematiannya," tulis suami aktris Indah Permatasari itu, dikutip pada Kamis (20/3/2025).
Arie Kriting menambahkan, "Salah sangkanya sudah diluruskan, tapi kalau yang melenceng penegakan hukumnya apa yang mau diharapkan."
Sineas itu heran mengapa hukum membuat rakyat menjadi korban. Ia berharap hukum bisa digunakan sebagai 'alat' untuk mendamaikan serta menjaga ketentraman.
"Bisa nggak sih hukum itu dipakai untuk mendamaikan, menjaga ketentraman, dan memberi keadilan?" pungkasnya.
Kolom komentar cuitan Arie Kriting pun dipenuhi beragam tanggapan dari warganet. Ada salah satu dari mereka menanyakan teknologi AI untuk mencari tahu pelanggar HAM terbanyak.
Baca Juga: Dianggap Bukan Hal Baru, Arie Kiriting Soroti Visi dan Misi Ifan Seventeen Sebagai Dirut PFN
"Yups, gue tanya AI pun bilang pelanggar HAM terbanyak ya pelakunya aparat negara. Di satu sisi gelarnya aparat, di sisi alin kelakuannya kayak penjahat," kata seorang warganet.
"Makasih bang Arie sudah baca dan bantu up kasus ini. Saya salah satu saksi hidup semasa almarhum menuntut ilmu di Semarang. Hidup almarhum penuh dengan perjuangan dan berusaha melakukan apapun untuk menyambung kehidupannya dengan cara halal. Almarhum sosok yang jujur dan baik," balas warganet lain.
"Padahal di NTB polisinya sana-sini pasang banner bertuliskan 'Polisi untuk masyarakat'. Ternyata ada lanjutannya, yaitu tetap bayar," sindir warganet lainnya.
Arie Kriting juga mengunggah ulang postingan-postingan berisi kronologi kematian Rizkil Wathoni dan apa yang memicu dirinya bunuh diri.
Kronologi meninggalnya Rizkil Wathoni
Saat buru-buru hendak pergi, Rizkil tanpa sengaja mengambil ponsel milik orang lain. Ia baru tersadar ketika pemilik asli ponsel itu menelepon. Akhirnya mereka melakukan janji temu di minimarket yang sama.
Sayangnya, pegawai minimarket sudah terlanjur melaporkan kasus tersebut ke polisi karena diduga ada tindak pencurian. Rizkil dan pemilik ponsel pun dibawa ke Polsek Kayangan.
Setelah mediasi, mereka sepakat untuk damai. Rizkil juga telah membayar uang ganti rugi kepada pegawai minimarket sejumlah Rp2 juta.
Rupanya masalah belum selesai. Oknum polisi yang menangani kasus tersebut dikabarkan meminta uang Rp15 juta kepada Rizkil supaya kasusnya tidak diproses ke meja hijau dan berujung penjara.
Rizkil sudah menolak, tetapi oknum polisi tersebut terus mengintimidasi dan menekan terduga korban. Oknum polisi beralibi bahwa kasusnya akan dikirim ke kantor kejaksaan.
Sepulangnya dari kantor Polsek Kayangan, Rizkil menceritakan insiden yang dialaminya ke orang tua. Ia menegaskan bahwa dirinya sama sekali tidak berniat untuk mencuri ponsel.
Tapi, Rizkil terus mendapat teror. Bahkan, oknum polisi tersebut diduga menaikkan uang jaminan dari Rp15 juta menjadi Rp90 juta jika Rizkil tidak ingin dipenjara selama tujuh tahun.
Sebagai tulang punggung keluarga, Rizkil merasa buntu dan ketakutan. Hingga pada 17 Maret 2025, ia memilih untuk bunuh diri dengan cara gantung diri di rumahnya.
Kematian Rizkil membuat orang tua sekaligus para tetangganya murka. Mereka berbondong-bondong ke Polsek Kayangan dan membakar kantornya.
Warga juga sempat merusak jendela kaca hingga pecah berserakan.
Banyak pihak menuntut dilakukan investigasi dan menghukum oknum polisi yang diduga memerasa Rizkil seadil-adilnya.