Suara.com - Kisruh pembayaran performing rights untuk pencipta lagu di industri musik Tanah Air memecah opini beberapa musisi jadi dua kubu.
Ada kelompok musisi yang menamakan diri mereka sebagai Asosiasi Komposer Seluruh Indonesia (AKSI), yang menerapkan sistem perizinan dan pembayaran performing rights langsung ke pencipta lagu atau direct license.
Secara garis besar, para komposer yang tergabung dalam AKSI merasa bisa mendapat bayaran performing rights yang lebih layak kalau memintanya langsung dari penyanyi.
Selama ini, apa yang mereka dapat dari Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) sangat jauh dari kata layak.
![Badai di forum diskusi bersama Asosiasi Komposer Seluruh Indonesia (AKSI) dan perangkat penyelenggara konser di kawasan Senayan, Jakarta, Jumat (28/2/2025). [Suara.com/Adiyoga Priyambodo]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2025/02/28/92403-badai-di-forum-diskusi-bersama-asosiasi-komposer-seluruh-indonesia-aksi.jpg)
Sistem direct license yang AKSI gaungkan pun sempat dirasakan juga oleh David Bayu. Ada beberapa penyanyi kafe yang meminta izin langsung sebelum meng-cover lagu ciptaannya.
"Ya selalu ada. Dari semua orang di kafe, tiap mau cover lagu saya, 'Mas, izin', DM saya," ungkap David Bayu di kawasan Pondok Labu, Jakarta, Rabu (12/3/2025).
Sebenarnya, David Bayu mengapresiasi langkah para penyanyi kafe yang mau meminta izin dulu sebelum menyanyikan karyanya.
"Ya ibaratnya, memang harus ada kula nuwun-nya kan. Pasti lah itu," kata David Bayu.
Namun di sisi lain, David Bayu juga menganggap sistem direct license malah merepotkan pencipta lagu sendiri.
"Lah kita kenal kagak, mau balesin DM satu-satu juga bingung. Kalau gue bales satu, semua harus dibales-balesin. Jadi kayak tukang admin nih gue nih," keluh David Bayu sambil tertawa.