Suara.com - Doadibadai Hollo kini dikenal sebagai musisi hebat. Terutama saat menciptakan lagu cinta nan galau.
Biasanya, darah seni seseorang lahir dari orangtua yang juga seorang seniman. Tapi berbeda dengan Badai, mantan keyboardis Kerispatih tersebut ternyata tak berasal dari orang tua yang bermusik.
"Saya hidup di keluarga yang gila sekolah. Kalau musik, paling hanya nyanyi di gereja aja," kata Badai saat datang ke kantor Suara.com yang berada di kawasan Mega Kuningan, Jakarta Selatan belum lama ini.
Sebagai bukti, sebelum ayah Badai wafat, beliau sudah mengantongi gelar Doktor untuk ilmu Teologi. Badai pun mau tidak mau ikut keinginan ayahnya.
Baca Juga: Iwan Henry Jadi Tersangka Kasus Korupsi, Kojek Rap Betawi Bersyukur Tak Didanai Misi Kebudayaan
Untungnya, Badai berhasil menyelesaikan studi sebagai lulusan S1 teknik mesin. Namun begitu, minatnya tetap kepada musik.
Badai kemudian teringat, darah seni mungkin mengalir dari sang kakek. Sebab kakeknya ternyata adalah seorang pemain biola.
"Opa saya adalah pemain biola di zaman Belanda. Dia juga guru Bahasa Indonesia," terang musisi yang sudah bisa main piano sejak TK ini.
Bahkan karena konsistensi mengajar bahasa Indonesia di zaman Belanda. Kakek Badai sampai dimakamkan di Taman Makam Pahlawan.
"Beliau dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Maluku," terang Badai.
Baca Juga: Selamat Istirahat! Fiersa Besari Umumkan Hiatus Panjang dari Dunia Musik per 1 Januari 2025
Konsistensi kakek Badai bahkan hingga penjajahan Jepang. Di mana ia yang dilarang mengajarkan bahasa Indonesia, dihukum hingga matanya rusak.
"Disuruh menatap ke Dewa Matahari terus matanya sampai rusak karena mempertahankan bahasa Indonesia harus ada di sekolah-sekolah," ucapnya.