Suara.com - Politisi Rasyid Rajasa telah menikah dengan Tamara Kalla pada Sabtu (1/2/2025) di Hotel Ritz Carlton, Jakarta. Resepsi pernikahan dua konglomerat pun digelar secara mewah.
Rasyid Rajasa merupakan anak dari Muhammad Hatta Rajasa, Ketua Majelis Penasihat DPP PAN sekaligus besan dari mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Sementara Tamara Kalla merupakan cucu dari Jusuf Kalla. Ayahnya, Suhaeli Kalla, adalah adik kandung dari sang mantan Wakil Presiden RI.
Tidak heran bila pernikahan mereka dihadiri oleh para tokoh-tokoh penting di Indonesia, seperti Presiden Prabowo Subianto, mantan Presiden Joko Widodo, dan SBY.
Dari penjelasan silsilah keluarga tersebut membuat pernikahan Rasyid Rajasa dan Tamara Kalla dapat disebut sekufu.
Apa maksud dari pernikahan sekufu dalam Islam?
Berdasarkan laman Gramedia, Muhammad Bagir dalam buku Fiqih Muamalah menjelaskan bahwa sekufu atau kafa'ah memiliki arti setara atau sepadan.
Jadi, pernikahan sekufu adalah perkawinan setara antar suami dan istri, baik dalam agama, kedudukan, pendidikan, kekayaan, status sosial atau yang lainnya.
Konsep sekufu dinilai penting dalam pernikahan untuk menghindari terjadinya perceraian. Harapannya, derajat yang sama antara sang suami dan istri akan menciptakan keharmonisan dalam rumah tangga.
Baca Juga: Resmi Jadi Menantu Hatta Rajasa, Tamara Kalla Punya Pendidikan Mentereng
Lalu, bagaimana cara memahami parameter sekufu?
Dalam laman NU Online, ada empat pendapat ulama yang bisa dipertimbangkan dalam memahami parameter sekufu atau kafa'ah.
Pendapat pertama
Menurut Imam An-Nawawi, Imam Ar0Rafi'i, dan Ibu Hajar, parameter kafa'ah dinilai dari nasab, kredibiltas, status merdeka (bukan budak), ketokohan dalam ilmu serta kesalehan, sikap dan wawasan keislaman.
Bila calon suami atau nenek moyangnya lebih unggul dari calon istri, maka sudah bisa dianggap setara. Sebaliknya, jika calon istri atau leluhurnya lebih mulia dari calon suami, maka tidak dikategorikan sederajat.
Pendapat kedua
Menurut Ibnu Qadli, parameter kafa'ah dinilai dari nasab, kredibilitas, status merdeka, ketokohan serta kesalehan, kepemimpinan, dan pekerjaan.
Namun, pendapat kedua ini tidak mensyaratkan kesederajatan sebagaimana pendapat pertama. Bila salah satu aspeknya kalah unggul, masih bisa dianggap sekufu.
Pendapat ketiga
Al-Adzra’i dan Ibnu Rif’ah berpendapat bahwa parameter kafa'ah dinilai pada kredibilitas, pekerjaan, ilmu, kesalehan, status merdeka, dan kepemimpinan. Pendapat ini hanya didasarkan pada calon suami dan istri.
Pendapat keempat
Parameternya sama dengan lainnya, yakni pada nasab, kredibilitas, keilmuan, dan ketokohan. Tetapi untuk pendapat ini, pasangan tidak harus semuanya unggul.
Jika ada kriteria dari calon suami atau calon istri ada satu yang tidak unggul tetapi bisa terpenuhi sekaligus bisa saling melengkapi satu sama lain, maka bisa dikatakan sederajat atau sekufu.