Suara.com - Aktor ternama Abimana Aryasatya baru-baru ini mengungkap sisi gelap industri perfilman Indonesia yang selama ini tersembunyi di balik gemerlapnya dunia hiburan.
Dalam podcast YouTube Kaks Production bersama Arie Kriting dan Mamat Alkatiri, bintang film "Gundala" tersebut menceritakan pengalaman pahitnya selama berkarier di dunia film.
Rupanya sang aktor dulu sering menerima perlakuan yang tidak menyenangkan dan menjadi korban bullying di lokasi syuting.
Baca Juga: Segera Tayang 2025, Film 'Jumbo' Tonggak Baru Animasi Indonesia
Abimana, yang memulai kariernya dari bawah sebagai pengamen dan kru film, mengaku pernah mengalami perundungan dan dipanggil dengan sebutan tidak pantas. Dia bahkan disamakan dengan binatang.
"Kalau masih pekerja biasa, kita belum dianggap manusia, belum dipanggil pakai nama sendiri," ungkapnya, seperti dikutip pada Selasa (21/1/2025).
"Baru kalau sudah jadi chief division atau senior, nama kita disebut. Kalau masih pekerja biasa, kita masih dianggap binatang," lanjutnya.
Menurut Abimana Aryasatya, perlakuan diskriminatif ini didasarkan pada jabatan dan posisi seseorang dalam struktur produksi film.
Dia pun menyayangkan masih adanya kesenjangan perlakuan antara pekerja senior dan junior, di mana para kru seringkali merendahkan dan tidak menghormati bawahan mereka.
Baca Juga: 9 Film Bioskop Januari 2025 yang Bisa Jadi Hiburan Kamu di Awal Tahun
Aktor berdarah Spanyol tersebut juga menceritakan pengalaman pribadi yang membuatnya merasa sangat terluka.
"Di depan ratusan orang saat syuting, tiba-tiba dipanggil 'eh babi.' Hal seperti itu bikin saya benar-benar merasa down," tuturnya.
Pengalaman pahit ini membuat Abimana prihatin dengan kondisi industri film Indonesia yang masih jauh dari ideal. Dia menyoroti pentingnya menghormati setiap individu terlepas dari posisi dan jabatannya.
"Saya nggak suka sama yang suka bullying karena perasaan orang itu sekarang udah beda banget, apalagi anak-anak zaman sekarang, mereka lebih sensitif," ujarnya.
Abimana lantas membandingkan kondisi saat ini dengan generasi 90-an yang dianggapnya lebih tahan banting terhadap perlakuan kasar.
"Anak 90-an mungkin masih bisa nahan hal-hal seperti itu ya," ujar suami Nidya Ayu Riandri atau yang akrab disapa Inong Ayu tersebut.
Namun dia menekankan bahwa perubahan pola pikir serta sikap sangat dibutuhkan untuk menciptakan lingkungan kerja yang sehat dan profesional di industri perfilman Indonesia.
Kontributor : Chusnul Chotimah