Suara.com - Fitri Salhuteru kini mulai berani membuka aib mantan sahabatnya, Nikita Mirzani. Lewat akun Instagramnya, Fitri blak-blakan menyebut Nikita sebagai ibu biadab.
Hubungan Fitri Salhuteru dengan Nikita Mirzani memburuk sejak Nikita terlibat konflik dengan mantan suaminya, Antonio Deodola, dan anaknya Laura Meizani alias Lolly.
Keputusan Fitri untuk tidak mau menjelek-jelekkan Antonio Deodola dan Lolly membuat Nikita Mirzani marah dan menjauh.
Lama diam, Fitri Salhuteru akhirnya mulai membuka aib Nikita Mirzani satu per satu. Mulai dari perangai buruk Nikita hingga perlakuannya terhadap sang anak.
Silsilah Keluarga Fitri Salhuteru
Dilihat dari namanya, Fitri Salhuteru adalah perempuan keturunan Maluku. Dia lahir pada 11 Maret 1974 di daerah Jawa Barat. Fitri adalah cucu dari tokoh perkebunan nasional, Max Izaak Salhuteru.
Sementara Max Salhuteru adalah anak dari Carel Willem Salhuteru dan perempuan Belanda, Elise Johana Schaafsma. Elise meninggal di waktu Max masih kecil.
Max yang masih berusia 7 tahun, harus pindah dari Batavia ke Babakan Pari daerah Cicurug, Sukabumi, Jawa Barat, mengikuti sang ayah yang menikah dengan perempuan Sunda, Rasmaya.
Dikutip dari komunitasaleut.com, Max Salhuteru melanjutkan sekolah ke HBS Santa Angela, Bandung. Selepas menyelesaikan pendidikannya, Max Salhuteru merintis karier di bidang perkebunan.
Baca Juga: Ultimatum Fitri Salhuteru Sedari Awal Berteman dengan Nikita Mirzani: Aku Gebukin Kamu
Dia memulai pekerjaannya sebagai pegawai biasa di Perkebunan Sinumbra, Ciwidey, tahun 1938 hingga akhirnya menjadi Kepala Perkebunan Jawa dan Sumatera.
Kakek Fitri Salhuteru ini mempunyai peran penting dalam mengambil alih perkebunan dari tangan Belanda atau nasionalisasi di tahun 1957.
Max yang saat itu menjabat sebagai Pengawas Penanaman dan administrasi di Perkebunan Sinumbra dipanggil menghadap ke kantor Resimen Infanteri X Siliwangi yang bermarkas di Tegallega pada 10 Desember 1957.
Di sana Max, menerima surat perintah untuk mengambilalih perkebunan dari tangan asing yang ditandatangani Letkol R. Umar Wirahadikusuma.
Setelah melakukan negosiasi dengan para atasannya di perkebunan yang merupakan orang asing, Max Salhuteru berhasil mengambil alih perkebunan Sinumbra.
Keberhasilan Max Salhuteru dan tiga staf perkebunan lain mengambil alih dari tangan asing membuat setiap tanggal 10 Desember diperingati sebagai hari perkebunan.