Siapa Gus Miek? Kiai Karismatik Sekaligus Kakek Gus Thuba yang Dipercaya Punya Karomah Wali

Yazir Farouk Suara.Com
Minggu, 22 Desember 2024 | 13:59 WIB
Siapa Gus Miek? Kiai Karismatik Sekaligus Kakek Gus Thuba yang Dipercaya Punya Karomah Wali
Gus Thuba dan Gus Miek.
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Gus Thuba belakangan ini jadi sorotan karena diduga menyentil Gus Miftah dan Gus Iqdam. Dia menilai dakwah di pengajian akbar tak pantas memakai kata-kata kotor.

Gaya dakwah seperti itu hanya bisa diterapkan ketika berdakwah di jalanan. Sementara di pengajian akbar, jamaah yang datang bukan hanya anak jalanan, melainkan juga anak kecil hingga ulama-ulama yang lain.

Gara-gara keberaniannya menyentil Gus Miftah dan Gus Iqdam, latar belakang Gus Thuba disorot. Ternyata dia adalah cucu dari kiai karismatik Nahdlatul Ulama (NU), Gus Miek.

Lantas siapa Gus Miek?

Baca Juga: Berhenti Ceramah Karena Diduga Keracunan, Gus Miftah Dikritik Tak Profesional

Gus Miek merupakan sapaan akrab untuk KH. Hamim Tohari Djazuli, lahir pada 17 Agustus 1940. Dia adalah ayah dari kiai Tijani Robert Saifunnawas atau dikenal dengan Gus Robert. Gus Robert ini adalah ayah dari Gus Thuba.

Gus Miek dikenal sebagai seorang ulama besar atau kiai karismatik yang memiliki pengetahuan agama mendalam dan dihormati oleh masyarakat. Meskipun ia meninggal dunia pada 5 Juni 1993, legasi dan pengaruh dakwah Gus Miek terus dikenang oleh banyak orang hingga kini.

Sejak kecil, Gus Miek sudah menunjukkan keistimewaannya. Banyak ulama yang percaya bahwa ia memiliki karomah kewalian, bahkan sejak dalam kandungan.

Lahir dan dibesarkan dalam keluarga pedagang, Gus Miek dikenal sebagai anak yang pendiam. Namun, ia mampu menjalin hubungan baik dengan berbagai kalangan, termasuk para pemancing di belakang pesantren yang didirikan oleh ayahnya.

Para pemancing ini menyaksikan keajaiban, di mana ikan-ikan datang dengan mudah saat mereka memancing, yang kemudian diyakini sebagai karomah dari Gus Miek.

Baca Juga: Sebelum Hina Penjual Es Teh, Gus Miftah Sempat 'Bergaya' Jadi Utusan Khusus Presiden Saat Buka Pengajian

Salah satu peristiwa yang semakin memperkuat keyakinan masyarakat akan karomah Gus Miek terjadi saat ia hanyut di sungai saat masih kecil. Ketika sedang bermain dengan santri di dekat sungai, Gus Miek terseret arus.

Para santri yang panik segera mencari bantuan, dan ketika mereka menemukan Gus Miek, ia justru ditemukan duduk tenang di bibir sungai. Saat ditanya, Gus Miek mengaku bahwa ia dibawa oleh Nabi Khidir. Sejak kejadian tersebut, banyak orang yang percaya bahwa Gus Miek memang memiliki karomah kewalian.

Gus Miek dikenal dengan gaya dakwah yang sangat berbeda dibandingkan dengan ulama pada umumnya. Ia lebih memilih mengenakan pakaian sederhana yang sering dikenakan oleh pemuda-pemudi pada umumnya, seperti celana jeans, kaos oblong, dan kacamata hitam, daripada pakaian tradisional kiai.

Banyak orang yang meyakini bahwa kacamata hitam yang ia kenakan digunakan untuk menutupi air matanya yang selalu berlinang setiap melihat kondisi umat yang jauh dari ajaran agama.

Selain itu, Gus Miek mendirikan sebuah majelis dzikir bernama Jam'iyah Dzikrul Ghofilin, yang juga dikenal dengan nama Jantiko Mantab. Majelis ini memiliki tujuan untuk mengajak umat untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT melalui dzikir.

Jantiko Mantab berarti "jamaah anti putus asa", mengingatkan umat bahwa meskipun dalam keadaan lemah, baik dari segi ekonomi maupun pendidikan, mereka tetap dapat beribadah dan meraih kebahagiaan akhirat.

Namun, majelis dzikir yang didirikan Gus Miek sering mendapat kritik, terutama dari kalangan kiai besar di Jawa, khususnya di kalangan NU. Mereka menganggap bahwa majelis ini bertentangan dengan ajaran Islam yang berlaku.

Meskipun demikian, Gus Miek tetap teguh pada keyakinannya dan melanjutkan dakwahnya, walaupun sering kali harus menghadapi tantangan dan perbedaan pendapat.

Gus Miek tidak tertarik pada pendidikan formal, dan lebih memilih untuk mendalami ilmu agama sejak kecil. Ia sempat mengenyam pendidikan di Sekolah Rakyat (SR), namun tidak lulus. Sejak awal, ia sudah menunjukkan ketertarikannya pada agama Islam dan fokus untuk memperdalam ilmu Al-Qur'an. Bimbingan langsung dari ibunya menjadi fondasi awal pemahaman agamanya.

Pada usia 13 tahun, Gus Miek melanjutkan pendalaman agama dengan bergabung di Pondok Pesantren Lirboyo di Kediri. Namun, ia hanya bertahan selama 16 hari di sana karena merasa tidak cocok dengan sistem pendidikan formal pesantren tersebut.

Gus Miek kemudian melanjutkan perjalanannya ke Pondok Pesantren Watucongol di Magelang, Jawa Tengah, di mana ia belajar dari guru-guru yang ia percayai dan yang membantunya untuk lebih memahami agama dan mendirikan Majelis Dzikir yang terkenal.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI