Satu kehilangan memposisikan nasib keluarga mereka berada di angan-angan. Universal nan akrab--begitu lah sang sutradara menjelaskan tema yang menjadi ketertarikan tersendiri baginya, yang kemudian diiringi lapisan emosi yang begitu mendalam.
"Mengangkat cerita keluarga selalu menjadi perjalanan kreatif yang menantang sekaligus memikat karena di balik tema yang universal dan akrab, tersimpan lapisan kompleksitas emosional yang mendalam," ungkap Teddy Soeriaatmadja selaku sutradara 'Mungkin Kita Perlu Waktu'.
"Keluarga, dengan segala dinamikanya, menjadi cerminan kehidupan—dari relasi antara anak remaja dan orang tua hingga pergulatan pasangan suami-istri dalam menghadapi trauma yang mereka sembuhkan dengan cara masing-masing," kata Teddy menyambung.
![Poster Mungkin Kita Perlu Waktu [Istimewa]](https://media.suara.com/pictures/original/2024/12/04/54869-mungkin-kita-perlu-waktu.jpg)
Teddy juga melihat adanya medium yang lebih kompleks dari Mungkin Kita Perlu Waktu dari sekadar hiburan. Harapan disematkan oleh Teddy, bahwa penonton bisa menemukan 'rasa' di balik film ini yang mengantarkan kepada sebuah instropeksi diri.
"Saya percaya, hadirnya film ini bukan sekadar hiburan, tetapi juga sebuah medium yang mampu merangkum dan merepresentasikan spektrum emosi yang begitu kaya. Harapan saya, melalui narasi yang otentik dan konflik yang manusiawi, penonton dapat menemukan resonansi, introspeksi, serta pengalaman sinematik yang penuh rasa," terang Teddy.
Meski berhalangan hadir dalam Exclusive Talks with Filmmakers dan Cast yang digelar oleh JAFF Market 2024, pandangan dari Teddy Soeriaatmadja mengenai proyek film ini terwakilkan oleh penuturan Lukman Sardi.
Ditemui pada Rabu (4/12/2024) di Booth Adhya Pictures dalam agenda Let's Talk About Family and Trauma in Movie and Real Life, Lukman Sardi menyingkap kisah di balik terpilihnya trauma dan keluarga menjadi proyek yang kini diperlihatkan dengan penuh bangga ke publik.
Bermula dari obrolan lama hingga bujukan keras dari Teddy, kisah dalam film ini diinspirasi dari urusan personal kedua pria tersebut, di mana baik Teddy maupun Lukman Sardi adalah para ayah yang berurusan dengan anak dari generasi Z (layaknya karakter Ombak).
"Gue merasa ini cocok karena kita ini sama-sama punya anak Gen Z. Sebagai seorang Ayah, itu saja sudah relate ceritanya. Dari situ lah kita merasa, 'ayo kita buat!" ungkap Lukman Sardi.
Baca Juga: JAFF Market: Pasar Film Pertama dan Terbesar di Indonesia Resmi Dibuka di Yogyakarta!
Walaupun begitu, pria kelahiran Jakarta ini tak setuju bila film barunya ini dikaitkan semata-mata sebagai sesuatu yang berat untuk ditonton. Justru ditegaskan olehnya bahwa ada kedekatan antara apa yang dibawa oleh film dengan realitas.