Suara.com - Mulutmu adalah harimaumu. Pepatah tersebut tampaknya tepat mewakili apa yang diucapkan oleh seorang pria bernama Gus Miftah baru-baru ini.
Baik pendakwah maupun Utusan Khusus Presiden, kedua jabatan tersebut tidak bisa membenarkan sikap sekaligus ucapannya yang mengandung hinaan terhadap seorang penjual es teh. Hinaan tersebut lebih parahnya tersampaikan di tengah acara dakwah, di hadapan banyak orang.
Tak berselang lama, amarah publik berkobar. Gus Miftah tak diminta untuk meminta maaf lantaran permohonan maaf dinilai tak bisa menghapus penghinaan yang telah diterima oleh penjual es teh yang kini diketahui bernama Sunhaji.
Pria bernama Miftah Maulana Habiburrahman ini terpantau telah menyampaikan permohonan maaf secara langsung. Bahkan dirinya berbaik hati dengan menyerahkan cinderamata berupa kaos bergambar wajahnya untuk Sunhaji.
Baca Juga: Prabowo Tebar Ultimatum karena Tak Sudi Pedagang Direndahkan, Gus Miftah Terancam Dipecat?
Sayang sekali, permohonan maaf terbukti tidak bisa menenangkan publik. Banyak yang meminta pemerintah alias Prabowo Subianto untuk mencabut jabatan Miftah Maulana sebagai Utusan Khusus Presiden.
Jangankan warganet, figur publik seperti Joko Anwar pun diduga telah buka suara dan secara tersirat tak setuju dengan jabatan yang menyertai nama Miftah Maulana, usai aksi buruknya viral di media sosial.
Terhitung hingga hari ini, Rabu (4/12/2024), belum ada hilal yang kuat terkait pencabutan jabatan Gus Miftah sebagai Utusan Khusus Presiden. Tepatnya adalah Utusan Khusus Presiden untuk Kerukunan Beragama.
Meski begitu, jika jabatannya berakhir dicabut dan berhenti menjadi Utusan Khusus Presiden, Gus Miftah tetap tidak akan diuntungkan secara finansial.
Pasalnya, melalui aturan terbaru terkait Utusan Khusus Presiden, yaitu Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 137 Tahun 202 yang diresmikan Jokowi sebelum lengser, ada aturan terkait uang pensiun dan atau pesangon.
Baca Juga: Lewat Mayor Teddy, Prabowo Tegur Keras Gus Miftah Usai Olok-olok Penjual Es Teh
"Utusan Khusus Presiden apabila berhenti atau telah berakhir masa baktinya tidak diberikan pensiun dan/atau pesangon," bunyi keterangan dari Pasal 24 dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia yang terbaru, membahas soal Utusan Khusus Presiden.