Suara.com - Armor Toreador sepertinya sudah memprediksi bahwa ajakan damai kepada sang istri, Cut Intan Nabila tidak akan berbuah hasil. Bahkan sejak sebelum Intan memberi jawaban, tim kuasa hukum Armor sudah menyiapkan rencana cadangan.
"Kalau memang ditolak, mungkin nanti akan ada usaha lain," ujar kuasa hukum Armor Toreador, Irawansyah kepada tim Suara.com lewat sambungan telepon baru-baru ini.
Pihak Armor Toreador sadar, mereka tidak punya kuasa memaksakan kehendak ke penyidik Polres Bogor untuk menerima permohonan restorative justice saat resmi diajukan nanti.
"Ya itu kan haknya penyidik, untuk menerima atau menolak," kata Irawansyah.
Baca Juga: Bukan Cut Intan Nabila, Ini Dia yang Laporkan Armor Pelaku KDRT ke Polisi
Namun di sisi lain, pihak Armor Toreador juga tetap mempertahankan argumentasi mereka bahwa hukuman penjara bukan solusi terbaik untuk menyelesaikan masalah rumah tangga.
"Kan kondisi seperti ini juga sebenarnya banyak mudharat-nya," tutur Irawansyah.
Hanya saja, belum ada informasi lebih detail soal rencana cadangan pihak Armor Toreador kalau memang keinginan menyelesaikan masalah lewat jalur kekeluargaan tidak direspons positif.
"Masih dibicarakan dengan keluarga," ucap Irawansyah.
Sebagaimana diketahui, Cut Intan Nabila jadi korban KDRT pada Selasa (13/8/2024) pagi. Lewat Instagram, Intan mengunggah rekaman CCTV saat dipukuli Armor Toreador.
Baca Juga: Rizky Billar Tak Sudi Disamakan dengan Armor Toreador soal KDRT: Gue Nggak Terbukti
Masih dalam video yang sama, Armor Toreador tampak memukuli Cut Intan Nabila di depan anak bungsu mereka yang masih berusia 1 minggu. Sang anak pun ikut jadi korban tendangan kaki Armor.
Cut Intan Nabila kemudian mendapat pendampingan dari penyidik Polres Bogor untuk membuat laporan pada Selasa sore. Armor Toreador pun berhasil ditangkap di salah satu hotel di kawasan Kemang, Jakarta pada malam harinya.
Armor Toreador kini sudah menyandang status tersangka dan ditahan di Mapolres Bogor. Ia dikenakan Pasal 44 ayat (2) UU 23 Tahun 2004 tentang KDRT dengan ancaman 10 tahun penjara, Pasal 80 UU No. 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas UU No. 23 Tahun 2002 terkait kekerasan terhadap anak dengan ancaman 4 tahun 8 bulan, serta Pasal 352 KUHP tentang penganiayaan dengan ancaman pidana paling lama 5 tahun penjara.